TEMPO Interaktif, Jakarta -Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan, keputusan Bank Indonesia menetapkan rasio penyaluran kredit ( terhadap pihak ketiga atau loan-to-deposit ratio (LDR) akan bisa menimbulkan ledakan kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) dalam beberapa tahun kedepan.
“Tanpa daya serap sektoir ril yang bagus yang terjadi bubble, itu ekornya dalam beberapa tahun ke depan akan terjadi NPL yang meledak,” katanya dalam acara buka puasa bersama dengan wartawan perbankan di Hotel Le Meridien, Jakarta Sabtu (4/9).
Sigit menolak bila dikatakan perbankan enggan menyalurkan kredit ke sektor riil. Tidak tumbuhnya kredit di sektor riil, tidak semata-mata menjadi tanggungjawab perbankan. Sigit mengatakan sektor riil juga mempunyai persoalan sehingga tidak bisa menyerap kredit yang disediakan perbankan. “Padahal tingkat bunga saat ini sudah yang paling rendah sejak kemerdekaan,” katanya.
Sigit mengungkapkan, saat ini ada sekitar Rp 400 triliun kredit yang tidak ditarik oleh pelaku usaha. Padahal kalau undisbursed loan yang mencapai Rp 400 triliun ini ditarik, maka jumlah penyaluran kredit bisa mencapai Rp 2.000 triliun. Dia meminta persoalan ini mestinya dicari dulu penyebabnya sebalum Bank Indonesia meluncurkan kebijakan fiskal dan moneter yang mengkaitkan pertumbuhan kredit dengan LDR dan Giro Wajib Minimum.
Menurut Sigit, penetapan LDR dengan batas bawah 78 persen dan batas atas 100 persen ini sudah pasti akan ada bank yang terkena penalti. Namun ia tidak merinci jumlah bank yang akan terkena penalti. Saat ini, kata dia, ada bank yang LDR-nya 80, 60 dan ada juga yang 50-an persen.
Meski kebijakan LDR yang dikaitkan dengan Giro Wajib Minimum ini baru diterapkan pada Maret 2011, menurut Sigit, bank-bank tidak akan mengejar-ngejar pertumbuhan kreditnya sehingga sesuai aturan LDR Bank Indonesia. “ Bank tidak hanya sekadar membuang duit untuk mengejar LDR,” katanya.
Toh, bagi bank menumbuhkan kredit jauh lebih menguntungkan bila dibandingkan menaruhnya di Sertifikat Bank Indonesia. Bank juga tidak akan memberikan kredit secara tiba –tiba yang memacu pertumbuhan kredit diluar kemampuan mereka. “Yang tadinya dikasih 100 lalu ditambah lagi 50, tiga tahun lagi macet kreditnya, karena itu bank akan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian,” katanya.
Menurut Sigit, bank tidak bisa memaksa supaya penyaluran kreditnya meningkat. Pertumbuhan kredit akan naik dengan sendirinya kalau ada permintaan. Kalau industri menambah kapasitas dari yang sebelumnya dua lini menjadi empat lini dengan sendirinya akan menambah modal kerja. “Jadi karena ada permintaan bukan karena didorong,” katanya.
Persoalan ada di sektor riil yang masih terkendala infrastruktur dan ketersediaan energi. Ia meminta pemerintah sebaiknya fokus saja untuk membenahi kedua hal itu. Sigit mengatakan sektor riil akan sulit maju kalau jalan rusak dan macet dan listrik yang masih byarpet. Itu akan menaikkan ongkos produksi karena industri mesti menggunakan genset dan solar. “Pemerintah fokus saja membenahi infrastruktur dan energi, itu akan menciptakan pergerakan ekonomi,” katanya.
IQBAL MUHTAROM