Menurut Suswono, pelaku usaha telah siap menerima sanksi reekspor sapi dan siap menggantinya. Perihal bagaimana sanksi yang diberikan, Suswono tidak menjelaskan lebih lanjut. “Memang ada problem ada impor sapi tersebut. Namun sudah ada jalan keluar untuk dijadikan sebagai kebutuhan pasar murah,” jelas dia.
Dia menjelaskan, selain sulitnya untuk melakukan reekspor sapi, langkah tersebut diambil dengan mempertimbangkan lonjakan harga daging sapi menjelang Lebaran dan mempertimbangkan kondisi hewan. “Kami kan juga harus memikirkan kesejahteraan hewan. Mereka direekspor segala macam juga kan menyiksa hewan,” kata Suswono.
Dengan dijadikan kebutuhan pasar murah, kata Suswono, diharapkan bisa menurunkan harga sekaligus dapat membantu masyarakat miskin.
Importir sapi mengalami kesulitan dalam melakukan ekspor kembali sapi asal Australia karena Australia menolak sapi kembali ke wilayahnya. Importir pun mengalami kesulitan memperoleh persetujuan impor dari negara ketiga serta ketersediaan kapal khusus hewan.
Pada 22 Mei lalu, Balai Karantina Pertanian Tanjung Priok telah menahan sebanyak 2.156 ekor sapi impor asal Australia. Jumlah itu sudah termasuk satu ekor sapi yang sudah mati dan dua ekor sapi dalam kondisi lemah.
SUTJI DECILYA