Menurut Djimanto, jenis alas kaki yang memerlukan bahan baku impor adalah sepatu khusus diantaranya sepatu golf, sepatu sepakbola, dan alas kaki untuk kesehatan. Karena bahan bakunya diimpor, maka produk sepatu lokal menjadi mahal. "Akibatnya kalah bersaing dengan sepatu impor," kata dia.
Sementara industri dalam negeri terbebani dengan mahalnya bahan baku, alas kaki impor terus saja mengalir mauk ke Indonesia. Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan, impor alas kaki pada semester pertama 2010 sebesar US$ 58,8 juta. Padahal, pada semester 2009, impor hanya mencapai US$ 36,3 juta. Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu mengungkapkan, negara pemasok alas kaki terbesar ke Indonesia adalah Cina.
Pertumbuhan impor tertinggi terutama terjadi pada sepatu khusus. Pada semester pertama 2009, impor sepatu khusus hanya US$ 1,67 juta. Namun, pada semester pertama 2010, nilai impor melonjak 226,65 persen menjadi US$ 5,45 juta.
Sama halnya yang terjadi pada kinerja impor sepatu olah raga. Pada semester pertama 2010, impor sepatu olahraga telah mencapai US$ 21,95 juta. Padahal, pada semester pertama tahun lalu, impor sepatu olahraga hanya US$ 14,41 juta.
Sedangkan untuk impor sepatu non-olahraga sepanjang semester pertama 2010 mengalami kenaikan 55,58 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Impor sepatu pada semester pertama tahun ini mencapai US$ 31,41 juta.
Banjirnya impor alas kaki ke Indonesia, sedikit demi sedikt menggerus pasar alas kaki di dalam negeri. "Produk impor sudah memenuhi 40 persen dari keseluruhan pangsa pasar alas kaki di Indonesia yang mencapai Rp 25 triliun per tahun," kata dia. Padahal, tahun sebelumnya, pangsa pasar produk impor baru 35 persen.
Ketua Pengembangan Usaha Dalam Negeri Aprisindo Marga Singgih berharap aturan label yang baru bisa mengurangi membanjirnya barang impor ke Indonesia. Aturan label tersebut telah diterapkan pada 1 September lalu. Dampak aturan label pada impor alas kaki belum bisa dirasakan. "Sementara ini, kami akan terus memantau apakah kebijakan efektif mengurangi impor atau tdak," ujarnya.
EKA UTAMI APRILIA