TEMPO Interaktif, Bulukumba - Pungutan liar di lingkungan kantor Kesauan Lalu Lintas Bulukumba, Sulawesi Selatan, masih tetap marak. Keluhan warga ke kepolisian setempat, oleh petugas hanya dijawab akan ditindaklanjuti.
Seperti dialami Syamsuddin Ambang, warga Ujung Bulu, Bulukumba. Ia melabrak kantor kesatuan lalu lintas karena dipaksa membayar melebihi ketentuan ketika mencari surat izin mengemudi (SIM). Modus pungutan, kata dia, setelah prosedur menyetor biaya ke BRI dan tes kesehatan, pemohon tidak langsung menerima SIM.
SIM yang sudah jadi, ungkap Syamsuddin, harus diambil ke petugas yang meminta tambahan uang Rp 50 sampai 100 ribu per pemohon. Padahal, tarif resmi SIM C Rp 100 ribu yang dibayarkan melalui BRI dan Rp 35 ribu untuk tes kesehatan. "Tapi, kenyataannya lebih dari itu," kata dia, Senin (6/9).
Korban lainnya, Kahar dan Arman, warga Kecamatan Gantarang. Kemudian Sudi dan Udin asal Ujung Bulu. Udin mengaku sudah mendatangi salah seorang petugas pelayanan SIM bernama Hamsinah. "Saya mendapat jawaban bahwa semua pemohon SIM, baik SIM C, A, atau SIM B harus menambah biaya di luar tarif resmi," ungkap Udin.
Komisaris Polisi Novly Pitoy, Wakil Kepala Polres Bulukumba, mengatakan pembayaran melalui Hamsinah merupakan pungli. Dia bukan petugas. "Kalau ada yang membayar kepada dia, itu diluar mekanisme," kata Novly.
Menurut dia, kasus ini segera ditelusuri. Polisi berharap para korban secepatnya melapor dan menunjukkan pelaku pungli. Dengan cara ini, kata Novly, pungutan liar dalam pengurusan SIM bisa dicegah. "Sudah nggak jaman lagi ada pungli."
JASMAN