"Kita tunggu saja, ini tidak terburu-buru, sudah kami perhitungkan," ujar Darmin kepada Tempo di sela-sela open house di kediamannya di Jakarta pekan lalu. Namun ia masih enggan mengungkapkan kapan kebijakan itu dirilis.
Sebelumnya, Darmin mengatakan pengumuman prime lending rate tersebut akan membuat persaingan antarbank menjadi lebih sehat dan transparan. "Dengan persaingan itu, kami percaya tingkat bunga akan pelan-pelan turun lagi," kata Darmin dalam wawancara khusus dengan Tempo beberapa waktu lalu.
Menurut Darmin, prime lending rate adalah tingkat bunga yang ditawarkan bank minus premi risikonya. Bagi nasabah dan otoritas pengawasan bank, kewajiban pengumuman suku bunga dasar tersebut akan memudahkan mengenali rekam jejak debitor dan sektor-sektor usaha yang prospektif.
Bila sektor usaha dan rekam jejak debitor bagus, bank akan menawarkan premi risiko rendah, misalnya hanya 0,5 persen. Sehingga kalau bunga dasar yang ditawarkan 9,5 persen, bunganya cuma 10 persen. Tapi, kalau berisiko, premi risikonya bisa 1,5 persen sehingga bunganya menjadi 11 persen. Dengan begitu, nasabah yang merasa prospek usaha dan rekam jejaknya bagus bisa memilih yang diinginkan.
Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) mengapresiasi rencana tersebut. Direktur Eksekutif Asbanda Nazwar Nazir mengatakan kebijakan tersebut baik karena akan menyehatkan industri perbankan. "Bank-bank dapat bersaing secara sehat dan terdorong untuk semakin meningkatkan kualitas pelayanannya," kata Nazwar.
Menurut Direktur Utama Bank Nagari ini, dengan adanya pengumuman suku bunga referensi itu nasabah mendapat informasi yang berimbang sehingga paham mana bank yang tepat untuk dimanfaatkan jasanya.
Namun pengamat ekonomi dan perbankan Aviliani khawatir kebijakan pengumuman bunga referensi berisiko menimbulkan kerumitan di industri perbankan. Penentuan suku bunga kredit tidak sesederhana yang diinginkan Bank Indonesia karena setiap bank memiliki grade tingkat bunga sesuai dengan segmentasi pasarnya masing-masing, entah di sektor kredit mikro, menengah, maupun korporasi.
Ia mengingatkan Bank Indonesia bahwa liberalisasi suku bunga sudah berjalan sejak 1988. Jika tujuannya hanya untuk mengetahui benchmark suku bunga kredit yang wajar, lebih baik Bank Indonesia meminta laporan tertutup pada masing-masing bank. "Itu lebih mengedepankan unsur prudential," katanya.
FEBRIANA FIRDAUS | EVANA DEWI