TEMPO Interaktif, Denpasar -Untuk mengatasi terdamparnya ikan paus dan mamalia laut lainnya di pantai Bali, Yayasan Terumbu Karang Nusa Dua menginisiatifi terbentuknya Jejaring Penyelamat Mamalia Terdampar (JPMT).
Jejaring ini melibatkan kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Instansi Pemerintah, Industri Pariwisata dan masyarakat lokal. Pembentukan dilakukan dalam Workshop, Kamis (16/9) di Nusa Dua.
"Kita juga akan membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) bila ada Paus yang terdampar," kata Pariama Hutasoit, Direktur Yayasan Terumbu Karang Nusa Dua.
SOP bakal menjadi panduan agar penyelamatan paus tidak justru membahayakan mamalia itu sendiri maupun tim yang memberikan pertolongan.
Pariama menyebut, perairan Indonesia merupakan salah satu perairan yang memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia.
Hingga saat ini terdapat 79 jenis mamalia laut yang telah diidentifikasi di seluruh dunia, dan di Indonesia ditemukan 29 jenis.
Adapun perairan Bali termasuk yang memiliki keragaman itu seperti terlihat di Pantai Lovina yang berlokasi di kawasan utara pulau Bali yang sejak lama dikenal sebagai lokasi pengamatan lumba-lumba. Selat Badung di Bali Selatan pun diketahui menjadi daerah lintasan paus yang sedang bermigrasi.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Bali I Gusti Putu Nuriartha berharap, jaringan nantinya akan bisa mengamankan jalur migrasi mamalia laut di Bali, mencegah kematian mamalia laut yang terdampar dalam keaadaan masih hidup dan menjadipusat data dan informasi.
"Langkah ini akan mengangkat citra pariwisata Bali yang ramah lingkungan," ujarnya. Pemerintah, tegas Nuriartha, memiliki komitmen untuk mendukung jaringan itu.
Karena hal itu sesuai dengan PP Nomor 60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan yang mendorong pelestarian biota laut.
ROFIQI HASAN