"Diharapkan segera selesai, dan PT DI mudah mudahan segera memproduksi pesawat buat TNI Angkatan Laut," ujar Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia, Budi Santoso di ajang pameran kedirgantaraan, Bandung Air Show udi Bandara Husein Sastranegara , Bandung, Kamis (23/9).
Budi menyatakan, pesanan Korea tersebut senilai sekitar US$ 90 juta sedangkan yang sudah dikontrak dengan TNI Angkatan laut senilai US$ 80 juta dolar dengan memakai pembiayaan ekspor dari salah satu Bank di Amerika Serikat. Untuk harga satu pesawat standar biasanya mencapai US$ 20 juta dolar.
"PT DI saat ini menunggu kontrak kredit pemerintah dengan perbangkan Amerika Serikat, biar hanggar yang dua tahun kosong bisa hidup kembali hidup. Kontrak dengan TNI sudah dilakukan Desember tahun lalu," ujarnya.
Budi mengatakan, PT DI sendiri sudah muai produksi komponennya komponen kapal pesanan TNI AL tersebut. Kapal yang dikerjakan PT. DI itu, kata dia, bisa terbang waktu yang cukup lama di daerah operasi di atas 10 jam, dan dilengkapapi infra red, serta kamera.
Dengan adanya kontrak baru dari TNI AL itu diharapkan bisa mendongkrak pertumbuhan PT DI. Selain itu, pesawat patroli maritim tersebut bisa menjadi salah satu pesawat yang ke depannya menjadi kebutuhan negara lain seiring dengan meningkatkanya pembajakan di sejumlah lautan lepas, seperti di perairan Somalia. "Pesawat ini juga bisa digunakan sebagai pesawat penyelamat."
Budi menambahkan, untuk menjual pesawat ke satu negara, paling tidak dibutuhkan waktu negoisasi antara 2 atau 3 tahun."Apalagi baru terjadi krisis pada negara negara tersebut," ujarnya.
Untuk itu, PT DI meminta pemerintah segera memutuskan terkait pengembangan pesawat N250 yang dihentikan karena persyaratan pemberian pinjaman dari IMF pada pemerintah Indonesia saat dilanda krisis moneter. "Masih ada dua pesawat CN 250 yang ada di hanggar, dan biaya perawatannya dibebankan pada internal perusahaan," kata Budi.
Ia menegaskan, untuk pasar CN250 sebenarnya masih berpotensi dikembangkan terutama untuk kapasitas sekitar 50 orang penumpang."Paling tidak PT DI harus mengeluarkan ongkos ngelap (merawat) untuk perawatan dua pesawat CN250," ujarnya.
ALWAN RIDHA RAMDANI