Pemakaman tersebut bukan pemakaman biasa. Sebab, yang dimakamkan adalah salah satu pusaka keraton yang berupa kerbau bule. Kerbau bule bernama Nyai Debleng Sepuh tersebut meninggal sehari sebelumnya. Menurut Sang Pawang, Utomo Gunadi, kerbau tersebut memang paling tua di antara kawanan kerbau bule yang dimiliki keraton.
Karena merupakan pusaka, wajar jika pemakaman tersebut dilakukan secara khidmat. Sebelum dimasukkan ke liang lahat, kerbau tersebut dimandikan dengan air bunga yang berada di dalam ember bekas cat tembok ukuran 25 liter. Secara bergantian, para abdi dalem mengosok tubuh Nyai Debleng Sepuh dengan kulit jagung.
Usai dimandikan, mereka mencoba memasukkan jasad Nyai Debleng Sepuh ke liang lahat yang berjarak sekitar lima meter. Rupanya, bagian tersebut merupakan bagian paling sulit. Mereka harus mengangkat tubuh berkuintal-kuintal itu dengan peralatan sederhana, seperti tali dan bambu. Namun akhirnya, pekerjaan itu dapat selesai.
Hewan kesayangan keraton tersebut dimasukkan lubang, dengan kepala berada di utara. Mirip dengan pemakaman manusia. Jasad kerbau tersebut kemudian dililit dengan kain kafan, dan dikalungi seuntai melati. Diawali dengan doa dari ulama Keraton, makam itu pun ditimbun. Sebuah payung kertas warna hijau ditancapkan di atas makam itu.
Utomo Gunadi menceritakan, kesehatan Nyai Debleng Sepuh memang sudah lama menurun. “Selama tiga tahun terakhir dia tidak bisa melihat lantaran sejenis katarak,” kata Utomo. Setelah sakit keras selama tiga hari, kerbau berkulit putih kemerah-merahan tersebut akhirnya mati.
Mengenai prosesi pemakaman yang mirip dengan manusia, Utomo Gunadi menganggap hal itu sebagai wujud ritual budaya yang perlu dilestarikan. “Bagaimanapun kerbau bule ini memang memiliki keunikan,” kata Utomo. Bukan hanya tanduknya yang panjang, warna kulit kerbau tersebut juga lain daripada kerbau biasa.
Bagi Keraton Kasunanan, kerbau bule keturunan Kyai Slamet tersebut merupakan perlambang sebuah negara agraris. Kawanan kerbau yang telah beberapa generasi berada di dalam keraton tersebut selalu menghiasi kirab upacara Tahun Baru penanggalan Jawa. Bahkan, kerbau yang saat ini jumlahnya sembilan ekor tersebut selalu tampil di posisi paling depan dalam acara kirab.
Untunglah, sebulan sebelumnya, salah satu kerbau bule tersebut, yang bernama Manis Muda, berhasil melahirkan keturunan. Bayi kerbau tersebut diberi nama Welas. Utomo optimis, kerbau tersebut masih mampu terus bereproduksi sehingga tidak akan punah.
Ahmad Rafiq