TEMPO Interaktif, Jombang - Ratusan orang dari berbagai organisasi lintas iman di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu malam (22/09), menggelar aksi damai di pelataran gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Mereka mendesak pemerintah agar merevisi Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, tentang pengaturan rumah ibadah. ”SKB dua menteri itu seperti mengekang kebebasan beribadah ummat,” kata Aan Anshori, Koordinator Aksi malam itu.
Menurut Aan, sudah sewajarnya pemerintah kini mulai membuka ruang kebebasan beragama seluas-luasnya bagi masyarakat. SKB yang ada saat ini dianggap mengancam kerukunan beragama. Betapa tidak, dalam Undang-Undang Dasar 1945, diatur jelas tentang kebebasan memeluk agama dan kepercayaan. Namun, di sisi lain muncul SKB yang membatasi izin pembangunan tempat ibadah.
Terlebih, fakta yang ada saat ini, pembatasan pembangunan rumah ibadah banyak dikeluhkan oleh kelompok agama minoritas. Di Jombang misalnya, saat ini banyak yang mengeluhkan sulitnya mengurus izin mendirikan rumah ibadah.
Dampaknya, banyak bangunan ibadah ilegal, yang tak mengantongi berizin tetap berdiri. Padahal, bagi kelompok agama, rumah ibadah ini menjadi kebutuhan mutlak.”Apalagi itu banyak di keluhkan kelompok agama minoritas,” paparnya.
Sebab itu, pemerintah harus merevisi SKB dua menteri agar lebih lunak sehingga nanti tidak ada lagi kelompok agama manapun yang dirugikan dan merasa didiskriminasikan. Selain mendesak revisi SKB, aksi damai dengan cara menyulut ribuan liling di pelataran Pembatasan sebagai bentuk simbol penolakan terhadap maraknya aksi kekerasan dengan mengatasnamakan agama, yang marak pada akhir-akhir ini.
Massa aksi juga manantang Kepala Kepolisian Republik Indonesia Bambang Hendarso Danuri agar membekukan dua ormas Islam yaitu Front Pembela Islam (FPI) dan Forum Betawi Rempug (FBR), yang dinilai kerap melakukan aksi kekerasan terhadap kelompok minoritas. ”Kapolri pernah mengatakan dua ormas itu layak dibekukan. Sekarang saya menantang beliau, bisa tidak membekukannya,” tegas Aan.
Aksi damai di malam yang remang-remang itu juga dihadiri para pemuka agama. Ada ulama, pendeta, rohaniawan Hindu, pandita Budha, serta ratusan remaja dari berbagai organisasi kepemudaan dan mahasiswa. Satu demi satu perwakilan kelompok agama diberi kesempatan berorasi. Kebanyakan diantara mereka mendesak pemerintah menghormati keberagaman, dan menentang kekerasan.
Pendeta Edi Kusmayadi, dalam orasinya mencuplik perkataan mendiang mantan Presiden Republik Indonesia ke empat, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. ”Biarkan Indonesia ini ditumbuhi bermacam-macam bunga agar menjadi indah, itu kata Gus Dur,” ujarnya.
”Saya pikir kekerasan dan segala bentuk pengekangan harus disudahi. Hentikan bicara dengan kepalan tangan, dan lebih baik kita kedepankan dialog,” imbuh agamawan lain.
MUHAMMAD TAUFIK