Penyebabnya, antara lain dipicu oleh pola pembibitan peningkatan kualitas daging lokal yang masih bersifat tradisional. Belum lagi soal daya dukung efektivitas dari tahun ke tahun nyaris tidak mengalami perubahan signifikan. Maka tak salah jika peternak sapi sengaja memotong sapi betina produktif lantaran ketiadaan dukungan pemerintah.
"Populasinya dari tahun ke tahun terus menurun. Oleh karena itu, saya menyarankan pemerintah dapat mensensus ternak, sehingga potensi dan populasinya bisa diukur. Jangan cuma impor bisanya," kata Kordinator APFINDO, Dayan Antoni, ketika dihubungi, Senin (27/9).
Dayan menambahkan, turunnya produktifitas daging sapi juga disumbang oleh minimnya kepemilikan sapi di pihak peternak. Bahayanya, banyak peternak yang mengkawinkan sapi dengan anggota satu keluarga sapi tersebut. "Ini juga menurunkan kualitas daging. Budidaya tidak terpola, pemurniaan genetik jadi tidak baik," tambah Dayan.
Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia Mashud Iman Santoso mengatakan, menurunnya produktivitas daging sapi lokal juga disebabkan ulah peternak yang sengaja mengurangi populasi sapi betina dengan cara memotong. Hal itu, menurut Mashud, karena peternak hanya memiliki sapi betina.
Asosiasi berharap, pemerintah mau turun tangan menyelesaikan masalah ini agar tidak mematikan produsen peternak lokal. Caranya, pemerintah dapat merubah sistem pinjaman uang dari Serikat Bank Indonesia dengan bunga 6-8 persen menjadi pengadaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara tanpa bunga.
"Soal impor daging, kami ditingkat bawah tidak pernah diajak bicara. Pemerintah seharusnya mendengar suara dari bawah. Mengajak asosiasi dan stakeholder," kata Mashud.
Direktur Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian, Tjeppy Sudjana, ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon belum bisa memberikan komentar perihal keputusan pemerintah mengimpor daging sapi asal Australia dan Selandia Baru. Pesan singkat yang dikirim Tempo menyangkut keputusan mengimpor daging sapi yang bertolak belakang dengan rencana swasembada daging, juga tak dibalas.
APRIARTO MUKTIADI