Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tradisi Mocoan Lontar Telah Terwarisi  

image-gnews
Tradisi Mocoan Lontar Yusuf. TEMPO/ Ika Ningtyas
Tradisi Mocoan Lontar Yusuf. TEMPO/ Ika Ningtyas
Iklan
TEMPO Interaktif, BANYUWANGI - Dua puluh enam lelaki itu duduk bersila di sebuah rumah di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Mereka memakai baju koko, sarung, dan kopiah. Lelaki yang lebih muda berpakaian koko warna hijau cerah, sedangkan warna putih dipakai mereka yang berusia tua.

Tepat jam 20.00 WIB, Selasa malam (28/9), secara bergantian mereka mulai menembangkan bait-bait yang dibaca dari Lontar Yusuf, sebuah kitab bertuliskan huruf arab dengan bahasa Jawa kuno. Dengan cengkok khas Using, Banyuwangi, seluruh isi kitab rampung dilantunkan hingga menjelang fajar.

Para lelaki itu sedang melakukan Mocoan Lontar Yusuf, ritual yang menjadi tradisi turun temurun di Desa Kemiren. Dan, inilah untuk pertama kalinya Mocoan Lontar mempertemukan dua generasi: tua dan muda.

Keterlibatan generasi muda dalam tradisi Mocoan Lontar tersebut merupakan hasil kaderisasi yang dilakukan Kelompok Mocoan Lontar Kemiren sejak Februari 2010 lalu.

Selama ini, tradisi yang berusia ratusan tahun itu nyaris tanpa regenerasi. Hanya lelaki usia di atas 50 tahun yang mampu membaca Lontar Yusuf, yang berisi kisah Nabi Yusuf.

Adi Purwadi, 50 tahun, Ketua Kelompok Mocoan Lontar yang menjadi tuan rumah malam itu menuturkan, upaya kaderisasi dilakukan karena sebagai generasi tua dia merasa resah tradisi itu tidak terwarsikan kepada generasi muda.

Adi Purwadi mulai mencari pemuda yang berminat meneruskan tradisi tersebut. Tidak mudah bagi lelaki yang juga dikenal sebagai tokoh kominitas Using itu mewujudkan keinginannya.

Pada awalnya hanya seorang pemuda yang bersedia. Melewati waktu yang cukup lama, sang pemuda itu pun sanggup melafalkan bait demi bait dalam kibat lontar.

Pencarian terus dilakukan, termasuk dengan cara getok-tular dari mulut ke mulut. Dan ternyata membuahkan hasil.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebanyak 16 pemuda berusia sekitar 20-30 tahun berhasil dikumpulkan. Dalam delapan kali pertemuan untuk mempelajari cara membaca isi lontar serta tekhnik melantunkannya, para pemuda itu sudah mampu melakukannya.

Kemahiran para pemuda tersebut, terlihat pada acara di rumah Adi Purwadi –yang hari itu melaksanakan hajatan sunatan. "Kebanyakan mereka adalah anak dari pembaca lontar sebelumnya," tutur Purwadi kepada TEMPO.

Dinamakan Lontar Yusuf karena sebelum ada kertas, kisah Nabi Yusuf itu ditulis di daun lontar. Tidak ada yang tahu sejak kapan tradisi ini mulai dilakukan masyarakat Kemiren. Diperkirakan, kesenian ini muncul saat agama Islam masuk ke Banyuwangi sekitar abad ke-XVIII.

Lontar Yusuf tersusun atas empat bagian (pupuh), yang masing-masing bercerita tentang kehidupan Nabi Yusuf, yakni soal asmara (kasmaran), doa-doa (durma), alam dan kehidupan Yusuf (terutama saat dinobatkan menjadi raja), dan saat Yusuf berada dalam penjara (sinom).

Menurut Purwadi, tradisi ini dilestarikan sebagai sarana berdoa kepada Yang Maha Kuasa. Masyarakat berharap kisah-kisah dalam lontar terjadi dalam kehidupan nyata mereka. Dalam hajatan perkawinan, misalnya, pasangan pengantin berharap bisa rukun dan bahagia hingga akhir hayat sebagaimana keluarga Nabi Yusuf.

Bila seorang anak lahir, wajah dan tabiatnya diharapkan seperti Nabi Yusuf. Orang tua yang mengkhitankan anaknya berharap si anak tidak merasakan sakit sebagaimana para istri raja tidak menyadari jari-jari mereka teriris pisau lantaran terpana saat menatap Nabi Yusuf yang rupawan.

Nampi, 60 tahun, salah seorang warga Desa Kemiren mengisahkan, Mocoan Lontar sejak dahulu sering ditanggap ketika seorang pengantin perempuan melaksanakan ritual meratakan gigi (sisir). Tujuannya, supaya si pengantin tidak merasakan ngilu. "Mocoan Lontar jadi penghibur bagi si pegantin," ujarnya. IKA NINGTYAS.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menjelajah Joyland Festival Bali 2024, Destinasi Wisata yang Inklusif dan Ramah Keluarga

46 hari lalu

Gapura Joyland Festival Bali 2024 di Peninsula Island, Nusa Dua Bali pada Jumat, 1 Maret 2024. TEMPO/Intan Setiawanty,
Menjelajah Joyland Festival Bali 2024, Destinasi Wisata yang Inklusif dan Ramah Keluarga

Berikut keseruan Joyland Festival Bali 2024 yang insklusif dan ramah keluarga dengan menghadirkan stan White Peacock hingga pilihan panggung musik.


Butet Kartaredjasa Kritik Pemprov DKI yang Naikkan Harga Sewa Gedung Pertunjukan

15 Januari 2024

Aktor Butet Kertaredjasa melakukan pertunjukan seni teater yang digabungkan dengan seni musik dan seni tari dengan lakon
Butet Kartaredjasa Kritik Pemprov DKI yang Naikkan Harga Sewa Gedung Pertunjukan

Seniman Butet Kartaredjasa mempertanyakan alasan kenaikan harga gedung pertunjukan di DKI Jakarta


Tak Ada Tema Kesenian dan Kebudayaan dalam Debat Capres-Cawapres, Begini Respons Budayawan dan Pekerja Seni

5 Desember 2023

Pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo - Mahfud MD, dan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka
Tak Ada Tema Kesenian dan Kebudayaan dalam Debat Capres-Cawapres, Begini Respons Budayawan dan Pekerja Seni

Lima tema debat capres-cawapres telah disampaikan KPU, tak ada tema soal kesenian dan kebudayaan. Begini respons budayawan dan pekerja seni.


Debat Capres-Cawapres Pilpres 2024 Tak Ada Tema Kesenian dan Kebudayaan, Akmal Nasery Basral: Kerugian Besar Bangsa Ini

5 Desember 2023

Akmal Nasery Basral. ANTARA
Debat Capres-Cawapres Pilpres 2024 Tak Ada Tema Kesenian dan Kebudayaan, Akmal Nasery Basral: Kerugian Besar Bangsa Ini

Sastrawan Akmal Naseri Basral memberikan catatan tak adanya tema kebudayaan dankesenian dalam debat capres-cawapres pada Pilpres 2024.


Pemerintah Bone dan Aparat Bubarkan Paksa Pementasan Seni Bissu

22 Agustus 2023

Ilustrasi Polisi Indonesia. Getty Images
Pemerintah Bone dan Aparat Bubarkan Paksa Pementasan Seni Bissu

Panitia menyebut Gubernur Sulawesi menyekal bissu sehingga penampilan seni monolog "Rindu Bissu" pun dilarang.


Sejarah Adu Domba Garut, Kesenian Tradisional asal Jawa Barat

4 Juli 2023

Domba peserta kontes Domba Catwalk di Situ Bagendit, Garut, Jawa Barat, 21 Februari 2015. Acara tersebut untuk mempromosikan Domba Garut sekaligus kawasan wisata Situ Bagendit. TEMPO/Prima Mulia
Sejarah Adu Domba Garut, Kesenian Tradisional asal Jawa Barat

Domba Garut yang memiliki ciri khas pada fisiknya sering diikut sertakan dalam kontes atau diadu. Inilah asal usulnya.


WM Mann Scholarship, Beasiswa Seni Pertunjukan di Skotlandia Khusus Mahasiswa Indonesia

24 Februari 2023

Pertunjukan seni teater
WM Mann Scholarship, Beasiswa Seni Pertunjukan di Skotlandia Khusus Mahasiswa Indonesia

Royal Conservatoire of Scotland dan WM Mann Foundation menawarkan beasiswa pascasarjana khusus mahasiswa Indonesia di bidang seni pertunjukan.


Seniman dan Guru di Bandung ini Gelar Pameran Tunggal Gambar Berjudul Dunia

20 Januari 2023

Karya gambar berjudul
Seniman dan Guru di Bandung ini Gelar Pameran Tunggal Gambar Berjudul Dunia

Dede Wahyudin, memajang 67 gambar ukuran kecil dan empat berukuran besar yang dominan berwarna hitam putih dalam pameran tunggal itu.


Jadi Ketum LASQI, Gus Jazil Bertekad Gairahkan Kesenian Islami

17 November 2022

Jadi Ketum LASQI, Gus Jazil Bertekad Gairahkan Kesenian Islami

Kesenian Islam di Indonesia memiliki potensi yang luar biasa besar


Masyarakat Kesenian Jakarta Minta Rencana Acara Musyawarah Versi DKJ Dihentikan

27 Oktober 2022

Pemain teater Syahid berperan dalam teater bertajuk
Masyarakat Kesenian Jakarta Minta Rencana Acara Musyawarah Versi DKJ Dihentikan

Masyarakat Kesenian Jakarta (MKJ) menilai musyawarah yang akan dilakukan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tidak sesuai dengan Pergub DKI