"Pada saat jembatan mau dibangun, segala macam bentuk jaminan kesejahteraan bagi warga Madura dijanjikan oleh pemerintah. Setelah jembatan dibangun dan dioperasikan, kami dianggap sampah,” kata Malik, salah seorang pedagang asal Desa Morkepek, Bangkalan, Jumat (8/10).
Malik mengaku tidak faham apa hubungan aktivitas para PKL dengan terhambatnya investasi masuk ke Madura. Dia berharap Badan Pengelola Wilayah Suramadu (BPWS) tidak menjadikan PKL sebagai kambing hitam belum masuknya investasi. "Lahan Suramadu untuk pengembangan industri seluas 600 hektare. Yang dipakai PKL tidak sampai 300 meter. Koq kami dituduh menghambat investasi. Apa tolak ukurnya," paparnya.
Pedagang lainnya, Syamsul, yang menjual barang kerajinan khas Madura menegaskan akan melakukan perlawanan jika para PKL tetap digusur. Apalagi tidak diberi lahan pengganti.
Bagi para PKL, berjualan di kawasan kaki Jembatan Suramadu sudah menjadi penopang hidup keluarga, serta sumber biaya bagi pendidikan anak. Apalagi mereka telah meninggalkan kegiatan bercocok tanam karena tanah mereka digunakan untuk kawasan kaki jembatan dan jalan akses dari dan menuju jembatan.
Kepala BPWS Edi Purwanto menegaskan tetap akan merelokasi para PKL karena banyak investor merasa terganggu dengan keberadaan PKL sehingga mereka memilih sikap wait and see. "Relokasi kami targetkan awal tahun 2011 sudah selesai," ujarnya saat berada di gedung DPRD Bangkalan.
Edi memaparkan, dari hasil pendataan tercatat ada 400 PKL di sepanjang akses tol Suramadu. Mereka sebagian besar merupakan warga sekitar Jembatan Suramadu. Mereka umumnya berjualan makanan, minuman, serta souvenir khas Pulau Madura. Dia mengatakan telah menyediakan lokasi baru untuk para PKL yang digabung dengan rest area Suramadu agar lebih tertata rapi. "Kami sudah koordinasikan masalah ini dengan Pemerintah Bangkalan supaya tidak ada masalah," ungkapnya.
Kalangan DPRD Bangkalan mengisyaratkan setuju terhadap rencana BPWS tersebut. Ketua Komisi Pembangunan Mukaffi Anwar menilai keberadaan PKL membuat akses Suramadu terkesan kumuh karena para PKL tidak tertata, dan jumlahnya semakin hari bertambah banyak.
Dia menilai kesan kumuh dan tidak nyaman tersebut membuat investor enggan berinvestasi. "Kalau direlokasi ke tempat lain kami setuju, supaya lebih enak dilihat," tuturnya.
Namun Mukaffi meminta lokasi baru PKL harus strategis agar mudah dijangkau pembeli, termasuk para wisatawan. Apalagi PKL termasuk penyangga perekonomian Bangkalan. "Sosialisasi sangat penting dilakukan. Jangan asal digusur," katanya. MUSTHOFA BISRI.