“Seharusnya satu lumbung pangan bisa menampung hingga 75 ton beras. Tetapi kenyataannya hanya trerpenuhi rata-rata 70 persen, atau minus 30 persen,” kata Barudin, Kepala Bidang Ketahanan Pangan, Badan Ketahanan Pangandan Penyuluhan (BKPP) Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (10/10).
Para petugas di BKPP saat ini sedang menelusuri kembali seluruh lumbung pangan untuk mendata kembali lumbung pangan yang masaih kurang optimal dan membutuhkan perhatian khusus. Lumbung-lumbung pangan itu berada di pedesaan yang dianggap rawan pangan. Sebab kondisi ekonomi di daerah tersebut masih tergolong rendah. Sedangkan kondisi tanah desa termasuk tandus, apalagi dengan adanya cuaca yang tidak menentu.
Dalam dua tahun terakhir, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menambah jumlah lumbung pangan di sejumlah desa di empat kabupaten. Pada 2009 menambah 16 lumbung pangan yang dan tahun 2010 menambah 12 lumbung pangan. Pada 2010 ini, lumbung pangan baru di bangun di Kabupaten Gunungkidul sebanyak 10 lumbung pangan, Kabupaten Bantul sebanyak satu lumbung pangan dan di Kabupaten Kulonprogo sebanyak satu lumbung pangan.
Ia menyatakan, untuk setiap lumbung pangan di Kabupaten Gunungkidul dialokasikan dana sebesar Rp 36 juta. Di Kabupaten Bantul sebanyak Rp 97 juta, dan di Kabupaten Kulonprogo sebanyak Rp 95 juta.
“Lumbung pangan masih dalam pengawasan pemerintah, pada 2010 ini setiap lumbung mendapatkan Rp 20 juta, dana itu diharapkan bisa dipakai untuk membeli bahan pangan apapun untuk mengantisipasi jika ada krisis pangan,” kata dia.
Menurut Hardiyanto, Kepala Bidang Distribusi Pangan, BKKP Daerah Istimewa Yogyakarta, beberapa daerah di Yogyakarta ada yang merupakan sentra produksi pangan. Sehingga bisa mem-backup daerah yang masuk dalam kategori rawan pangan yang berjumlah 94 desa.
“Di Daerah Istimewa Yogyakarta ada 29 desa produksi pangan, itu bisa menjadi daerah yang menopang daerah rawan pangan,” kata dia.
MUH SYAIFULLAH