TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta mengalami dilema menerapkan Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta No 88 Tahun 2010 tentang Perubahan Pergub No 75 tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok.
"Larangan merokok dalam gedung ditanggapi dengan berat oleh anggota karena merokok adalah hak pribadi," kata Direktur Eksekutif PHRI Carla Parengkuan saat dihubungi Tempo, Ahad (17/10).
Menurut Carla, para anggota mengharapkan tak ada dampak negatif akibat pelaksanaan aturan tersebut, seperti penurunan tingkat hunian hotel. "Tamu yang merokok akan merasa kurang nyaman karena harus keluar gedung," katanya.
Apalagi selama ini hotel-hotel di Jakarta telah menyiapkan ruangan khusus bagi perokok. Bahkan ada lantai khusus yang sama sekali tidak boleh ada asap rokok. "Namun, Peraturan Gubernur tersebut sudah terbit, lalu apalagi yang bisa kami lakukan selain mengikutinya," ujar Carla.
Pergub No 88 Tahun 2010 ini ditetapkan tanggal 6 Mei dan disosialisasikan oleh Gubernur Fauzi Bowo pada 13 Oktober lalu dengan menutup Tempat Khusus Merokok (TKM) di Balai Kota. Peraturan ini mulai disosialisasikan kepada seluruh penanggung jawab gedung dan bangunan di Jakarta agar segera membongkar ruangan khusus merokok.
Tujuan implementasi Pergub ini, menurut Fauzi, untuk menjawab keluhan dari masyarakat yang selama ini merasa terganggu akan adanya asap rokok di dalam ruangan. Dengan dikeluarkannya aturan baru tersebut, para perokok sama sekali tidak boleh merokok di dalam gedung.
Jika mau merokok, mereka harus keluar gedung. Bagi para pelanggarnya akan ada pemberian sanksi administrasi berupa penyebutan nama tempat kegiatan atau usaha secara terbuka kepada publik melalui media massa.
ARYANI KRISTANTI