"Padahal harga sayur organik lebih mahal," kata Manager Program Yayasan Kaliandra Sejati, Dwi Prayitno, Minggu (17/10).
Lembaga lingkungan dan budaya Yayasan Kaliandra ini menampung sayuran organik dari 73 petani yang tersebar di sembilan desa di pinggir hutan lereng Arjuna dan Welirang, Jawa Timur. Para petani memproduksi 30 lebih jenis sayuran yang telah mendapat sertifikat dari lembaga sertifikasi produk pertanian.
Harga jual sayur organik lebih mahal ketimbang sayur dengan system tanam biasa. Harga sayur sawi misalnya, di tingkat petani mencapai 10 ribu per kilogram, dan di pasar swalayan mencapai p 22.500 per kilogram..
Menurut Dwi, proses penjualan ke pasar swalayan dilakukan dengan sistem kontrak selama enam bulan. Sehingga harga sayur organik relatif stabil dan tak dipengaruhi harga pasar maupun musim. Menurut Dwi, selain bisa mendongkrak pendapatan petani, pertanian organik juga bisa menyelamatkan lingkungan hutan di kawasan Tahura R Soerjo, Kabupaten Pasuruan..
Sebab, petani yang memasok sayur organik merupakan petani penggarap kawasan hutan di lereng Arjuna dan Welirang. Keterlibatan petani di sekitar hutan, diharapkan bisa menghambat laju kerusakan hutan karena kegiatan pertanian hanya memanfaatkan lahan pekarangan sekitar 400-900 meter persegi.
Hidayat, seorang petani sayur dari Desa Dayurejo mengatakan, bertani organic lebih menguntungkan. Sebelum bertani organik, Hidayat bekerja menggarap lahan Perum Perhutani dengan pendapatan setiap tahunnya sekitar Rp 3-4 juta. “Dengan bertani organik, pendapatan saya setiap bulan mencapai Rp 2 juta,” katanya.
EKO WIDIANTO