"Ekspedisi ini salah satu bentuk mensinergikan potensi dan kemampuan peneliti di PT dan LIPI dalam rangka meningkatkan wawasan kebaharian dan pemahaman yang lebih baik tentang potensi sumberdaya, jasa dan lingkungan laut," Suryo Hapsoro Tri Utomo, Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional dalam ramah tamah dengan wartawan gaya hidup dan pariwisata di Hotel Century, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut Suryo saat ini Dirjen Dikti Kemendiknas bekerjasama dengan LIPI mengembangkan program penelitian kebaharian atau kelautan melalui ekspedisi Baruna Jaya bagi peneliti dan dosen perguruan tinggi di Indonesia. Penelitian yang melibatkan 60 peneliti ini terdiri 24 dosen dari perguruan tinggi negeri dan swasta, 24 peneliti dan 12 teknisi senior dari Pusat Penelitian Osenografi LIPI. Adapun jadwal Ekspedisi Laut Natuna berlangsung tanggal 4 hingga 16 November, sementara ekspedisi Perairan Kalimantan Selatan, 19 November hingga 1 Desember.
Dalam acara ini hadir antara lain Ridwan Roy, Kepala Subdit Penelitian Dikti Kemendiknas, Deputi Ilmu Pengetahuan dan Kebumian LIPI, Hery Harjono, Peneliti Senior LIPI Dirhamsyah serta jajaran peneliti peserta ekspedisi tersebut.
Suryo menerangkan ekspedisi ini penting terkait dengan kebijakan pemerintah yang telah menjadikan sektor kelautan sebagai penggerak ekonomi nasional. Perairan Laut Natuna merupakan salah satu wilayah perbatasan yang menarik dikaji karena memiliki pesona alam yang indah, memiliki potensi sumber daya laut yang tinggi. Posisi geografisnya berada jauh disebelah barat -utara wilayah Indonesia, hal ini menyebabkan Laut Natuna amat rentan terhadap penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan baik oleh nelayan lokal maupun akibat pencurian ikan oleh nelayan-nelayan asing seperti Vietnam, Thailand dan China. ”Selain berpotensi pada pengembangan ekonomi, pariwisata, budaya, sosial, ke dua wilayah inipun menjadi tempat menarik bagi bidang pendidikan dan penelitian,” ujarnya.
Perairan Laut Natuna, Laut China Selatan dan Selat Karimata adalah salah satu Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang ditetapkan pemerintah Indonesia sebagai dampak dari ratifikasi. Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 (United Nations Convention of Law of the sea atu UNCLOS 1982. Sebagai suatu alur laut, perairan ini bebas dilalui kapal-kapal niaga, kapal kargo dan tanker yg mau menuju Samudera Hindia. Dengan kondisi ini Perairan Laut Natuna juga rentan dengan adanya pencemaran yg berasal dari aktivitas pelayaran internasional tersebut.
Dirhamsyah menambahkan ada 15 aspek atau bidang penelitian akan dilakukan dalam ekspedisi, mulai biodiversiti laut (karang ikan,mangrove, lamun,mollusca, crustacea, echinodermata), dinamika laut (pola arus dan kimia), hingga aspek sosial ekonomi di wilayah perbatasan. "Selain kajian untuk kepentingan pengelolaan ekosistem dan sumberdaya laut bagi kepentingan pemerintah daerah dan pusat, kegiatan ini diharapkan menelurkan 25 tulisan ilmiah yg akan diterbitkan pd jurnal ilmiah, baik berskala nasional dan internasional," cetus Dirhamsyah.
Sementara Hery Harjono mengungkapkan bekerjasama dengan Ditjen Dikti Kemendiknas kedua ekspedisi ini diharapkan sebagai wadah bagi para peneliti dan dosen senior dalam penelitian laut yang selama ini kurang terpenuhi karena keterbatasan dana.
Pulau Kalimantan salah satu pulau besar di Indonesia memiliki sungai sungai besar yg banyak bermuara di Laut Jawa dan dan Laut Natuna, seperti Sungai Barito, Sungai Martapura, Sungai Kapuas, Mahakam dan lain lain. Sungai Barito salah satu sungai terbesar yang memberikan pengaruh signifikan terhadap ekosistem laut dan pesisir di Kalsel. Diperkirakan ribuan matrik ton lumpur yg berasal dari daratan Kalimantan masuk ke perairan pesisir Kalsel.
“Menarik untuk dikaji seberapa jauh lumpur dan massa air (fresh water) terhadap ekosistem dan populasi biota laut di sekitar pesisir Kalsel dan kepulauan Matasiri yang berada di sebelah tenggara pulau Kalimantan," pungkas Dirhamsyah yang juga coordinator ekspedisi. HADRIANI P