"Kami sudah serahkan semua bukti ke Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Sumenep sebagai dasar untuk membawa masalahnya ke jalur hukum. Lahan sekolah tersebut adalah aset pemerintah," kata Kepala Bidang Umum dan Kepegawaian Dinas Pendidikan Sumenep Nurul Hidayat, Rabu (10/11).
Dia yakin pemerintah akan memenangkan proses hukum karena memiliki bukti, terutama surat hibah tanah dari orang tua Syaiful. Hibah dilakukan tahun 1985. Sehingga tindakan penyegelan gedung sekolah oleh Saiful merupakan perbuatan melawan hukum.
Anggota Komisi Pelayanan Publik (KPP) Jawa Timur Agus Budiarta yang memediasi sengketa lahan tersebut mengatakan, jalur hukum akan membuat masalah tersebut tuntas. Apalagi berbagai upaya mediasi yang dilakukan buntu. Masing-masing pihak bersikeras punya hak karena sama-sama memiliki bukti kuat. "Pemda punya surat hibah tanah, sedang Syaiful punya surat letter C," ujarnya.
Agus berharap sengketa lahan segera berakhir karena sejak disegel oleh Syaiful Maret 2010 lalu, aktivitas belajar mengajar terhenti, dan puluhan siswa terlantar.
Semula, kata Agus, para siswa sempat menumpang belajar di Madrasah Diniyah Fajar Islam. Namun sebulan lalu, para siswa diusir warga dan tidak diperbolehkan menumpang dengan alasan ruang kelas akan dipakai sendiri oleh madrasah.
Adapun Syaiful menyatakan, sebagai ahli waris akan terus menuntut ganti rugi atas tanah tersebut. Menurutnya, tanah itu dihibahkan oleh orang tuanya dengan catatan diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Namun setelah 26 tahun tidak teralisasi. "Awalnya saya menuntut agar saya diangkat jadi PNS kalau mau segel dibuka, tapi saya sudah tidak berminat, sekarang saya mau pemerintah membayar tanah itu," paparnya.
Kepala Dinas Pendidikan Sumenep Mohammad Rais menegaskan orang tua Syaiful sudah diangkat menjadi PNS dan kini telah pensiun. "Sebenarnya tidak ada masalah, semua janji sudah dipenuhi. Kok tiba-tiba ada tuntutan lagi, kami tidak mau menurutinya," katanya beberapa waktu lalu. MUSTHOFA BISRI.