Akibat pemalangan itu, ratusan siswa terlantar. “Sudah seminggu SD itu dipalang. Siswa waktu pemalangan hari pertama sempat belajar dilapangan terbuka,” kata Pendeta Martinus Pakage, tokoh gereja di Sentani, Senin (15/11).
Pemalangan dengan menggunakan kayu dilakukan sejak Kamis (11/11) lalu oleh sekelompok warga yang mengaku tanah sekolah itu adalah milik mereka.
Warga juga menuntut pemerintah membayar sebesar Rp3,5 miliar untuk pembebasan lahan tersebut. “Kami meminta agar pemerintah mengganti rugi tanah kami. Benar bahwa kami juga ingin anak kami dapat bersekolah kembali, tapi kami juga meminta hak kami dibayar,” ujar Jubel Ohee, pemilik hak ulayat SD Inpres Harapan.
Kepala Kepolisian Sektor Harapan Ajun Komisaris Agus Ichtiasar mengatakan, polisi telah memfasilitasi pertemuan antara pemilik tanah dengan pemerintah untuk mencari jalan keluarnya. “Intinya adalah pertemuan hari ini untuk menemukan titik solusinya agar bisa ada kepuasan bagi kedua belah pihak,” ujarnya.
Pemalangan di Sentani bukan kali pertama ini terjadi. Selain sekolah, Gereja Kingmi di Kampung Harapan, Sentani juga dipalang sekelompok warga yang mengaku tanah gereja adalah milik mereka. “Kami membayar sebesar 35 juta, setelah itu baru kayu palang dibuka,” kata Martinus.
JERRY OMONA