TEMPO Interaktif, BANDUNG - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Riyanto menyangsikan ancaman hukuman mati efektif dalam menekan angka praktek korupsi dan membuat orang takut melakkan korupsi. Alasannya, sejumlah penelitian sejauh ini menunjukkan dampak kejut penghukuman mati hanya berlangsung sebentar seperti fenomena pembuangan sampah.
“Hukuman mati kalau cuma nakut-nakutin, mereka (pelaku korupsi) nggak takut. Mereka merasa nggak salah (melakukan korupsi),”kata Bibit dalam Seminar “Format Hukuman Yang Efektif Bagi Koruptor Hukuman Mati?” di Aula Pasca Sarjana Universitas Parahyangan Bandung, Sabtu (20/11)
Selain itu, dalam praktek penuntutan di pengadilan, penuntut kasus korupsi belum pernah menuntut terdakwa koruptor pada plafon ancaman hukuman maksimal. Itu karena persepsi terhadap tindak pidana korupsi di beberapa lembaga hukum dan akademisi belum sama.
“Seperti tampak dari fenomena kasus Bibit-Chandra, juga pemberian grasi, amnesti dan pembebasan bersyarat bagi para koruptor,”katanya.
Bibit mengakui model penghukuman mati untuk koruptor seperti diterapkan di Republik Rakyat Cina kerap disitir sebagai contoh oleh para aktivis anti-korupsi.
“Tetapi beberapa kali ketemu dengan SPP (KPK-nya RRC) masih dijumpai kesulitan karena saking banyaknya kasus korupsi,”imbuh dia. “Karena itu lebih baik mengutamakan penvegahan korupsi. Mencegah lebih daripada mengobati.”
ERICK P HARDI