Mardianto, salah seorang keluarga pasien asal Kecamatan Pakong kepada Tempo menuturkan, selama menjaga keluarganya yang dirawat di rumah sakit milik pemerintah tersebut, biasanya tidur di musholla rumah sakit.
Namun, ruang musholla kerap dipadati keluarga pasien lainnya. Maka, tidak ada pilihan lain bagi Mardianto. Dia terpaksa menggelar tikar di lorong atau di emperan rumah sakit.
Mardianto mengatakan berada di lolorng atau emperan lebih fleksibel karena lebih mudah memantau kondisi pasien. Apalagi hingga saat ini tidak ada pengeras suara yang memungkinkan keluarga yang menunggu mengetahui perkembangan kondisi kerabatnya yang sedang dirawat. "Kalau ruang tunggunya jauh, kasihan kalau pasien perlu sesuatu," ujar Mardianto ketika ditemui TEMPO, Sabtu siang (20/11).
Direktur RSUD Pamekasan Iri Agus Subaidi tak menampik rumah sakit yang dipimpinnya kumuh. ”Mestinya rumah sakit harus rapih. Tidak boleh lorong dijadikan tempat istirahat keluarga pasien,” tuturnya ketika dimintai konfirmasi oleh TEMPO.
Menurut Iri Agus, saat ini pihak rumah sakit tidak bisa melarang keluarga pasien menempati lorong, emperan, maupun musholla. Sebab di rumah sakit tersebut belum tersedia ruangan khusus untuk menampung keluarga pasien.
Iri Agus mengatakan, tahun depan direncanakan pembangunan ruang tunggu khusus akan mulai dibangun, dan lokasinya sudah tersedia. Namun realisasinya sangat bergantung persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pamekasan. "Mudah-mudahan disetujui. Ini demi kebaikan pasien juga," ucapnya.
Ruang tunggu khusus tersebut juga akan dilengkapi dengan pengeras suara agar pasien yang membutuhkan keluarganya bisa cepat terhubung dan cepat datang saat dibutuhkan. MUSTHOFA BISRI.