Situasi itu bisa menjadi berbahaya karena negara-negara lain mulai mengembangkan industri ini dengan cara-cara yang leboih modern. “ Mereka mengembangkan teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan mulai penangkapan hingga proses ekspor,” kata Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Suseno Sukoyono, Selasa (23/11) dalam simposium Ikan Hias Internasional di Sanur, Denpasar.
Sebagai gambaran nilai ekspor Indonesia, untuk ke Amerika Serikat ekspor mencapai nilai US$ 5,9 juta. Angka ini masih kalah dibanding Thailand yang mencapai US$ 8,37 juta dan Singapura yang mencapai US$ 8,47 juta. “Padahal Singapura sejatinya tidak memiliki apa-apa,” ujarnya.
Meski Indonesia berada di urutan ketiga dengan pangsa pasar 12,08 % namun tingkat pertumbuhannya hanya 4,7 %. Pertumbuhan itu jauh di bawah ekspor China yang mencapai 64,43 %, Taiwan 38,62 % , Srilangka 32,36 % dan Singapura 12,74 % .
Suseno menekankan perlunya riset untuk memetakan kekayaan ikan hias di Indonesia terutama untuk mengetahui ikan yang paling berharga secara ekonomis dan unggul teknologi budidayanya. Untuk berkembang, eksportir ikan hias Indonesia harus mengembangkan penangkapan ikan yang ramah lingkungan sesuai dengan kecenderungan pasar internasional.
Sementara itu Direktur Yayasan Alam Indonesia Lestari, Gayatri menyatakan, para pelaku industri ini harus mewaspadai ancaman over eksploitation pada jenis ikan tertentu. “Jangan melupakan aspek kelestarian hanya karena mengejar keuntungan,” ujarnya. Industri ikan hias harus memiliki variasi ikan hias unggulan yang bisa dijual di pasar dunia. Karena itu, menurutnya, industri ini perlu melibatkan kalangan peneliti di kampus-kampus.
ROFIQI HASAN