TEMPO Interaktif, Makassar - Pengadilan Negeri Makassar menjatuhkan vonis hukuman empat tahun penjara kepada Jusmin Dawi, Bos PT Aditya Reski Abadi, dan stafnya Syarfuddin Ashari. Hakim berpendapat pemilik perusahaan pemasok mobil yang kini buron ini terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
"Karena menyetorkan 76 data debitur fiktif kepada BNI OTO untuk memperoleh dana kredit Rp 8 miliar," kata Jan Manopo, ketua majelis hakim, siang ini.
Hakim juga menjatuhkan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan penjara kepada kedua terdakwa. Khusus untuk Jusmin, majelis mengharuskan mengganti kerugian kegara sebesar Rp 4,5 miliar. Jika tak mampu melunasi uang pengganti, harta Jusmin disita untuk dilelang.
"Bila tidak mempunyai harta dia harus dipenjara selama 6 bulan," katanya.
Jan Manopo menuturkan, Jusmin terbukti bekerjasama dengan PT A Tiga yang juga pemasok mobil untuk mendapatkan kredit dari BNI OTO sebesar Rp 27 miliar. Jusmin menyetor 76 data debitur berupa kartu tanda penduduk kepada PT A Tiga.
Perusahaan yang dipimpin Tajang itu kemudian menyerahkan data tersebut ke BNI. Bank milik negara itu akhirnya mengucurkan dana Rp 27 miliar. Sebesar Rp 8 miliar diperuntukan untuk debitur yang diajukan Jusmin.
Jan mengatakan pihak BNI belakangan mengetahui bahwa data yang disetor Jusmin fiktif. Jusmin akhirnya mengembalikan dana Rp 4 miliar kepada pihak BNI.
"Namun sisanya Rp 4,5 miliar tidak dikembalikan," kata Jan Manopo. "Sehingga menjadi kerugian negara."
Hal yang memberatkan kedua terdakwa, karena melarikan diri sehingga persidangan tanpa kehadiran keduanya. Namun hakim menganggap keduanya berlaku sopan saat mengikuti awal persidangan. "Keduanya sempat hadir tapi kemudian melarikan diri," katanya.
Amir Syarifuddin, jaksa penuntut umum mengaku belum siap untuk mengajukan banding terhadap putusan tersebut. "Saya fikir-fikir," katanya.
Seusai sidang, Amir mengaku akan mengajukan banding. Ia tampak kecewa dengan putusan itu, karena jauh lebih rendah dari tuntutannya.
Jaksa menuntut kedua terdakwa kurungan 10 tahun penjara. Ia juga meminta agar keduanya didenda Rp 200 juta. Khusus untuk Jusmin, Amir meminta uang pengganti Rp 8 miliar.
"Majelis hanya menjatuhkan hukuman minimal," katanya langsung bergegas meninggalkan pengadilan.
Abdurrazak, kuasa hukum kedua terdakwa juga mengaku belum siap mengajukan banding. "Saya tunggu jaksa mengajukan banding baru saya mengajukan juga," katanya.
Ia menganggap kliennya tidak terlibat dalam kasus ini, apalagi melakukan korupsi. Sebab kliennya tidak memiliki ikatan kontrak dengan BNI.
TRI SUHARMAN