TEMPO Interaktif, Surakarta - Sekitar seratus pedagang kaki lima di Surakarta berunjuk rasa menolak pemberlakuan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di halaman kantor Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Surakarta. Mereka menilai peraturan tersebut justru memberangus keberadaan pedagang kaki lima di Surakarta.
Pengunjuk rasa menilai ada beberapa pasal yang dianggap tidak berpihak pada keberadaan pedagang kaki lima. Misalnya pasal 16 ayat 1 yang menyatakan mereka yang berjualan di pinggir jalan yang bukan peruntukannya untuk berjualan, diancam penjara tiga bulan dan atau denda Rp 5 juta. “Ini namanya melanggar hak asasi manusia. Karena mencari nafkah adalah hak setiap warga negara,” kata koordinator aksi, Sriyanto, dalam orasinya, Senin (29/11).
Keberatan lainnya adalah pasal 6 ayat 3a berbunyi yang boleh berjualan di Surakarta adalah mereka yang memiliki identitas diri Surakarta. Hal ini dianggap diskriminatif, karena tidak memberi kesempatan masyarakat non-Surakarta untuk mencari nafkah di Surakarta. Apalagi Surakarta adalah pusat perekonomian bagi daerah-daerah sekitarnya.
Sriyanto juga menyatakan pemindahan pedagang ke tempat-tempat yang baru justru membuat usaha mereka terus merugi. Sebab mereka kehilangan pembeli yang sudah jadi pelanggan. Dia sendiri mengaku tidak menolak penataan pedagang kaki lima, hanya saja harus dipertimbangkan kelangsungan hidup usaha itu sendiri.
“Jangan asal memindah. Kami mau pindah kalau diberi shelter di dekat tempat berjualan sebelumnya,” tegasnya. Saat audiensi, mereka juga meminta dicarikan pekerjaan agar tidak selamanya menjadi pedagang kaki lima. “PKL bukan cita-cita kami. Kami tidak ingin selamanya berjualan di pinggir jalan,” ucap peserta aksi lainnya, Gatot.
Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Surakarta Singgih Yudoko mengatakan siap mencarikan pekerjaan dengan menyalurkan mereka kepada perusahaan yang membutuhkan. “Kami siap memfasilitasi,” ucapnya.
Namun persoalan peraturan daerah soal pedagang kaki lima, dia mengatakan bukan tanggung jawabnya karena kewenangan di tangan Dinas Pengelolaan Pasar.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Surakarta Subagiyo mengatakan peraturan daerah itu dibuat untuk penataan kota. “Kami ingin menata PKL agar kota menjadi lebih nyaman ditinggali,” jelasnya.
Dia mengatakan warga kota lainnya juga memiliki hak untuk tinggal di kota yang nyaman, tanpa ada kesemrawutan pedagang kaki lima.
Lagipula, lanjutnya, pihaknya sudah memberikan solusi penataan seperti pemindahan tempat berjualan ke lokasi lainnya. “Saat penyusunan perda, hampir tidak ada penolakan terkait materi. Kecuali tentang identitas diri,” katanya.
Dia menerangkan, saat peraturan daerah tersebut akhirnya diberlakukan, masih ada peluang untuk direvisi. “Yang penting dijalankan dulu,” jelasnya, yang saat ini sedang menunggu peraturan teknis berupa Peraturan Wali Kota.
UKKY PRIMARTANTYO