TEMPO Interaktif, Makassar - Ketua Umum Nasional Demokrat, Surya Paloh meminta polemik soal pemerintahan monarki di Daerah Istimewa Yogyakarta distop. “Yang sudah lewat, sudahlah,” kata Surya Paloh usai membuka diskusi publik bertema "Restorasi Patriotisme dan Solidaritas Bangsa" di Makassar, Rabu 1 Desember 2010. Menurut Paloh, sebagai manusia biasa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa saja khilaf. “Saya menganggap kali ini Presiden sedang khilaf, saya meyakini itu."
Ucapan seorang Presiden akan memberi pengaruh besar terhadap bangsa. Oleh karena itu, kata Paloh, “Jangan kita perpanjang polemik itu lagi," katanya. Paloh mengatakan, yang terpenting saat ini bagi Presiden adalah segera memperbaiki kondisi yang berkaitan dengan polemik yang diucapkannya. “Bangsa sedang mengalami persoalan yang sangat kompleks,” kata dia. “Apalagi ditambah dengan polemik, semakin berat beban bangsa ini."
Jika polemik ini diperpanjang, ia mengkhawatirkan hal itu bakal melemahkan semangat solidaritas dan keinginan mengatasi persoalan bangsa. Karena itu persoalan ini baiknya dijadikan pelajaran untuk berhati-hati dalam berpolemik. "Sekarang terserah bapak Presiden, persoalan ini berada ditangan Presiden, kalau khilaf ya mengaku saja khilaf, kan tidak apa-apa,” kata Paloh.
Terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan Yogyakarta, Presiden Yudhoyono pekan lalu mengatakan tak mungkin sistem monarki diterapkan di Yogyakarta. Pernyataan ini langsung memancing reaksi dari berbagai kalangan, termasuk Sri Sultan Hamengkubuwono X.
ARISTOFANI FAHMI