Akibat tidak bisa beraktivitas, KPAD Pamekasan tidak mengetahui kondisi terkini lima penderita HIV Aids di daerah itu. Padahal butuh penanganan yang serius. Hingga saat ini hanya penderita Aids di Lembaga Pemasayarakat (Lapas) Narkotika yang masih terpantau karena ada tim khusus yang menanganinya. "Di Lapas ada dua penderita dan masih tertangani dengan baik," ujarnya.
Menurut Mahfudz, KPAD Pamekasan sudah menyampaikan masalah kesulitan dana kepada pimpinan daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), serta KPA Pusat di Jakarta. Namun tak satupun yang memberi tanggapan. "Hanya sebatas menyatakan prihatin, tapi sampai sekarang tidak ada tindak lanjutnya," ujarnya.
Sejak dibentuk tahun 2008, operasional KPAD Pamekasan tidak pernah dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam dua tahun terakhir, biaya operasional bergantung dana stimulan dari lembaga Indonesia Partnership Funding (IPF) senilai Rp 5 juta per bulan.
Namun sejak Maret 2010, IPF menghentikan bantuannya karena dana IPF hanya bersifat stimulan untuk merangsang kegiatan.
Mengacu pada Keppres Nomor 75 tahun 2006 tengtang Komisi Penanggulangan Aids, pemerintah daerah diwajibkan mengalokasikan dana untuk pencegahan penyakit yang mematikan itu. "Pada saat pembahasan APBD tahun 2009, kami mengajukan biaya operasional Rp 125 juta, tapi dicoret," para Mahfudz.
Bupati Pamekasan Kholilurrahman belum bisa dimintai konfirmasi. Sedangkan Wakil Ketua DPRD Pamekasan Khairul Kalam mengaku terkejut dengan vakumnya kegiatan KPAD. Dia meminta pengurus KPAD melakukan hearing dengan DPRD agar bisa dicarikan solusi karena saat ini sedang dilakukan pembahasan APBD tahun 2011. MUSTHOFA BISRI.