TEMPO Interaktif, Jakarta- Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi membantah bahwa penggodokan Rancangan Undang-Undang tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang sedang dilakukan pemerintah saat ini adalah dengan maksud menggeser posisi Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. "Bukan. Ini kita buat undang-undang kan tidak hanya untuk Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tapi juga untuk selanjutnya. Itu penafsiran yang menurut saya berlebihan," kata Gamawan di Hotel Shangrila Jakarta, Kamis 2 Desember 2010.
Saat ini pemerintah masih dalam merampungkan RUU tentang Keistimewaan DIY tersebut. Hari ini pun pemerintah direncanakan kembali menggelar rapat dengan jajaran kabinet untuk membahas peraturan ini. Oleh karena itu Gamawan meminta masyarakat untuk tidak berpolemik lebih lanjut. "Setelah itu pun, kalau ada keputusan tentang konsep yang final dari pemerintah, pemerintah masih akan mengirim lagi ke DPR. Kemudian di sana akan didalami lagi. Jadi prosesnya masih akan sangat panjang," kata Gamawan.
Hingga kini, pembahasan RUU Keistimewaan belum mencapai titik final di tingkat pemerintah. Salah satu poin krusial yang masih mengganjal adalah cara penentuan Gubernur DIY, apakah dilakukan melalui pemilihan langsung atau penetapan. Hal ini memunculkan polemik, apalagi setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan sistem yang dianut dalam pemerintah DIY tidak mungkin monarki. Pernyataan tersebut memicu protes dari berbagai kalangan di Yogyakarta.
Terkait itu, menurut Gamawan, jabatan Sri Sultan Hamengkubuwono X akan berakhir pada Oktober 2011. Pemerintah dinilai masih memiliki cukup waktu untuk memfinalisasi pembahasan rancangan undang-undang tersebut, baik di tingkat pemerintah maupun bersama DPR. Selain itu, pemerintah juga akan menjadikan sejarah dan keistimewaan Yogyakarta sebagai salah satu pertimbangan dalam penyusunan rancangan tersebut.
EVANA DEWI