TEMPO Interaktif, BANDUNG - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, forum Asosiasi Pemerintah Provinsi Indonesia (APPSI) mengusulkan pemberian diskresi bagi gubernur saat mengeluarkan kebijakan tidak dianggap melanggar pidana.
"Kalau itu bersifat kebijakan, bukan untuk memperkaya diri sendiri, kepala daerah minta agar itu tidak masuk pidana, tapi minta masuk ranah administrasi negara karena sifatnya kebijakan," katanya di Bandung, usai mendampingi Wakil Presiden Beodiono di forum APPSI, Kamis (2/12).
Diskresi itu tidak berlaku jika memang benar kebijakan itu menguntungkan atau memperkaya diri sendiri. "Itu usulannya," kata Gamawan.
"Kalau memperkaya diri sendiri, kalau masuk kantong, ya (pidana), tapi salah karena kebijakan, atau karena sesuatu melahirkan kebijakan (masuk ranah administrasi negara), itu yang diminta gubernur," kata Gamawan.
Diskresi itu diminta diselipkan dalam revisi RUU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Atas usul itu, menteri belum mengambil sikap. "Itu kita nilai dulu," kata Gamawan.
Revisi RUU Pemerintah Daerah sendiri ditargetkannya, bisa diserahkan pada DPR seminggu lagi. Draft itu, paparnya, tengah dippoles lagi lewat forum APPSI ini.
Soal pemilihan gubernur sendiri, sebagai salah satu bagian yang direvisi. Menteri mengatakan, hingga kini belum final opsi yang dipilih.
Ada dua opsi yang tengah dipertimbangkan pemerintah. Gamawan menyebutkan, jika pemilihan langsung, mekanismenya akan disederhanakan. Tapi, jika lewat DPRD akan disiapkan mekanisme pengawasannya. "Bagaimana mengawasi secara ketat agar tidak ada permainan-permainan, jadi sistemnya dibangun sedemikian rupa," katanya.
Ketua Umum APPSI, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, rekomendasi soal diskresi itu berkaitan soal hukum. "Ini bukan imunitas, tapi untuk mendudukkan keputusan dalam kebijakan itu lebih proporsional," katanya.
Rekomendasi itu jadi kesimpulan dalam membahas tanggung jawab dan pribadi aparatur negara serta kebijakan dengan pertanggungjawaban pidana. Salah satu poinnya menyebut, kebijakan tersebut secara prinsipil tidak dapat dipidanakan.
Disebutkan juga, dalam kesimpulan itu, dalam praktek ketatanegaraan kebijakan itu ada yang masuk dalak kategori kebijakan politik dan kebijakan admonistrasi. Dua kebijakan tidak dapat didistorsi oleh kecurigaan publik yang secara sederhana seringkali membentuk opinis seolah-olah kebijakan itu sendiri melanggar hukum.
Soal diskresi ini Fauzi mencontohkan, ada kewenangan yang dipidanakan. Banyak kasus yang berkembang.
Misalkan, katanya, satu rekomendasi atau peraturan yang dikeluarkan gubernur dianggap memberikan keuntungan pada pihak tertentu, padahal belum tentu demikian. Kadang hal itu malah bermuara pada tindak pidana.
Sementara soal pemilihan gubernur, Fauzi mengatakan, suara para gubernur terbelah. Itu bakal dibahas lebih dalam setelah mendengarkan opsi yang disodorkan Kementrian Dalam Negeri. "Kita lihat mana posisi pusat baru dibahas lebih dalam," katanya.
AHMAD FIKRI