TEMPO Interaktif, Jakarta -Peningkatan produksi peralatan elektronik rumah tangga diduga menjadi pemicu kenaikan impor tembaga selama Januari sampai september tahun ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kenaikan impor tembaga sebesar 131,45 persen sampai September tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Nilai impor tembaga tahun ini mencapai US$ 840,7 juta, sedangkan tahun lalu hanya US$ 363,2 juta. Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Priyo Abadi Soemarno mengatakan kemungkinan besar kenaikan ini dipicu oleh kenaikan kebutuhan tembaga di sektor industri home appliance.
"Sepertinya kenaikan impor itu untuk jenis tembaga yang digunakan dalam produksi pipa. Bukan jenis tembaga murni seperti yang diproduksi di Gresik," katanya ketika dihubungi, Minggu (5/11). Jenis tembaga ini digunakan untuk memproduksi pipa, kawat dan komponen alat elektronik seperti pendingin udara, lemari pendingin dan lain sebagainya.
Produksi tembaga jenis ini di dalam negeri, menurut Priyo memang masih sangat kurang. Kecenderungan peningkatan kebutuhan tembaga tidak hanya terjadi di dalam negeri, namun hampir di seluruh dunia. Penyebabnya karena peningkatan kebutuhan home appliance dan konsumsi listrik yang memicu peningkatan kebutuhan kabel.
Cina misalnya, tahun ini juga kekurangan tembaga karena kebutuhannya meningkat sampai 17 persen. "Jika pertumbuhan ekonomi membaik biasanya kebutuhan listrik akan bertambah, kebutuhan home appliance juga bertambah. Pasti kebutuhan tembaga akan ikut naik," kata Priyo.
KARTIKA CANDRA