TEMPO Interaktif, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah setahun tidak menjalankan rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat soal kasus penculikan aktivis 1998. "Sampai saat ini rekomendasi itu belum juga dilaksanakan oleh presiden," kata Staf Divisi Pemantauan Impunitas Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Chrisbiantoro kepada Tempo, Senin (6/12).
Chris mengatakan, empat rekomendasi yang dibuat DPR tersebut terkait kasus penculikan dan penghilangan sejumlah aktivis pada periode 1997-1998. "Rekomendasi dibuat pada rapat paripurna DPR tanggal 28 September 2009," ujarnya.
Sebagaimana diberitakan, dalam rapat paripurna tersebut, DPR melahirkan empat rekomendasi yang harus dijalankan presiden untuk mempercepat penyelesaian kasus ini. Keempat rekomendasi itu adalah : Pertama, merekomendasikan kepada Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc.
Kedua, merekomendasikan kepada presiden serta segenap institusi pemerintah serta pihak–pihak terkait untuk segera melakukan pencarian terhadap 13 orang yang oleh Komnas HAM masih dinyatakan hilang.
Ketiga, merekomendasikan kepada pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan kompensasi terhadap keluarga korban yang hilang. Keempat, merekomendasikan kepada pemerintah agar segera meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik Penghilangan Paksa di Indonesia.
Keputusan ini, menurut Chris, memandatkan Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM adhoc. "Sesuai Pasal 43 UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM," ujarnya. Menurutnya pengadilan ini penting untuk mengungkap secara transparan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
Hingga kini keluarga korban orang hilang belum juga mnapat kepastian mengenai nasib keluarga mereka. Keluarga yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia itu kerap menggelar demonstrasi damai di depan Istana Negara yang biasa disebut demo kamisan untuk mengingatkan pemerintah tentang kasus penghilangan paksa yang terjadi pada masa peralihan kekuasaan 1998.
FEBRIYAN