TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Ikatan Pegawai Bank Indonesia Agus Santoso menyatakan, jika fungsi perizinan-penyidikan di bawah satu atap Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka bisa rentan terhadap tindak pidana pencucian uang.
Agus mengungkapkan, dalam sistim OJK nanti, fungsi perijinan dan penyidikan akan menjadi satu. Ini, katanya akan menyulitkan untuk mendeteksi penyimpangan seperti pencucian uang.
"Padahal fungsi ini kalau dalam satu tangan, sulit dideteksi. Rekayasa-rekayasa sistim keuangan sulit dideteksi," katanya. Ia mencontohkan kasus penyimpangan pajak oleh Gayus H Tambunan. Itu karena semua fungsi dijadikan satu atap di Direktorat Jenderal Pajak.
Berbeda dengan Bank Indonesia, yang dinilai lebih hati-hati dan aman. Karena semua fungsi penyidikan diserahkan pada pihak kepolisian. Ia mengingatkan juga, aset perbankan yang akan dialihkan berjumlah Rp 2.700 triliun. Lahan ini akan menjadi tanggungan pengawas perbankan di OJK nanti.
Karena itu, ia berharap, semua pihak menjaga kewenangan masing-masing bidang, agar terjadi check and balance. "Untuk penegakan hukum sudah tentu harus dalam hukum kriminal agar lebih efektif," katanya.
Kepala Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan Fuad Rahmany membantah fungsi penyidikan satu atap akan berpotensi pencucian uang. Sebaliknya, kalau lembaga pengawas sektor keuangan dikonsolidasi dapat mengurangi pencucian karena pengawasannya lebih terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik.
Justru, kata dia, pengawasan antara perbankan dan pasar modal, lembaga keuangan non bank yang terpisah selama ini, merupakan daerah abu-abu serta berpotensi terjadi praktek pencucian uang.
FEBRIANA FIRDAUS