"Pemerintah pusat berniat membentuk sentra penanganan bencana yang andal. Saya harap daerah yang risiko bencananya cukup besar, harus punya," ujar Boediono di Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana di Ulee Lheue, Banda Aceh, Senin (6/12).
Pusat bencana tersebut diharapkan bisa memberi sosialisasi antisipasi dan penanganan bencana bagi masyarakat, merencanakan pengembangan wilayah agar bisa bertahan dari mala, serta berbagi informasi dan pengalaman dengan daerah dan negara lain. Pusat riset itu wajib pula meneliti kearifan lokal yang berkaitan dengan bencana, lantas menyebarkan hasilnya pada masyarakat.
Tiap pusat mala nantinya fokus pada jenis bencana yang paling mengancam wilayah tersebut. "Masing-masing daerah di negara kita bencananya beda-beda, biasanya kombinasi, tidak cuma satu, fokus pusat bencana beda-beda juga," tutur Boediono.
Menurut dia, hubungan erat antara pengambil keputusan, yakni pemerintah daerah dan pusat, serta pusat bencana haruslah terus dijaga. "Kadang kala kita lupa kalau lama tidak ada bencana, kita santai-santai saja, lalu kaget kalau ada bencana," ujar Boediono mengingatkan.
Sejauh ini, pusat bencana seperti itu baru ada satu di Indonesia, yakni di Banda Aceh. Pemerintah kini mempertimbangkan membangun lembaga serupa di Yogyakarta, yang pernah diguncang gempa besar dan belum lama ini terpapar letusan Gunung Merapi.
Boediono menambahkan, simulasi bencana secara rutin sangat penting demi keselamatan warga di tengah mala. Sebab, orang bisa saja berpindah, ada penduduk baru yang tak paham apa yang harus dilakukan saat bencana menerpa.
BUNGA MANGGIASIH