Sejumlah 20 buti telur komodo dieramkan dalam inkubator berukuran 150 senti meterx 50 senti meter. Puluhan telur itu disinari panas 32 derajat celcius, sesuai panas di habitat asli mereka di Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur. ''Memang kami upayakan semirip mungkin dengan panas alami di habitat mereka,'' kata Kepala Bidang Promosi Taman Margasatwa Ragunan (TMR) Wahyudi Bambang , Rabu (7/12).
Bambang mengemukakan, proses penetasan dengan inkubator tersebut sudah jamak dilakukan di kebun binatang luar negeri, namun belum pernah di Indonesia. ''Kami belum bisa bilang berhasil, masih berusaha,” ujarnya. “Mungkin dua sampai empat bulan lagi menetas, makanya kami cukup berdebar menunggu menetas”.
Selama ini, telur komodo yang ada di TMR ditetaskan dengan cara alami, namun musim penghujan yang tak menentu di Jakarta membuat pengelola TMR mengalihkan proses penetasan lewat proses inkubasi. ''Mengharapkan panas matahari susah sekarang, padahal penetasan komodo butuh panas,'' ujarnya.
Taman Margasatwa Ragunan, kata Bambang, saat ini memiliki sekitar 20 komodo. Proses inkubasi ini sendiri, lanjut Bambang, merupakan salah satu upaya menjaga agar kembang biak komodo di Ragunan tetap terjaga. ''Daripada komodo tidak bisa berkembang, makanya alat itu kami beli. Padahal mereka tergolong hewan yang lambat berkembang biak,'' ujarnya.
Telur komodo normalnya akan menetas setelah dierami enam hingga delapan bulan. Satu induk komodo biasanya akan menetaskan maksimal 60 telur. ''Tapi mereka kanibal, suka memangsa anak sendiri yang baru lahir. Makanya ini usaha kami menjaga agar komodo tetap hidup,'' ujar Bambang.
Bambang sangat berharap proses inkubasi tersebut sukses sehingga pengelola TMR bisa memiliki alternatif pengembangbiakan komodo. “Kalau berhasil akan terus kami usahakan. Sekarang kan masih uji coba pertama. Doakan saja,'' kata Bambang sambil tersenyum berharap.
Arie Firdaus