Di tengah banyaknya perhatian masyarakat pada nominasi film panjang Festival Film Indonesia (FFI) tahun ini, kemenangan film pendek seolah terabaikan. Siapa sangka, ada film garapan sutradara muda Nur Jihad Ajie yang mampu menarik perhatian para juri film pendek. Lewat karya bertajuk Kelas 5000an, film produksi Arzast Production, J-Art Community dan Lesbumi PBNU itu menyabet piala citra, pada malam penganugerahannya di Central Park, Senin malam lalu.
Film ini berkisah tentang kehidupan marjinal masyarakat Jawa yang hidup dari pertunjukan Tayub. “Ide film ini sudah tercetus sejak 2007 lalu,” ujar Nur Jihad dalam jumpa wartawan di Jakarta, Rabu siang ini. Dikisahkan Nur, pada tahun itu gejolak rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi meradang hingga ke pelosok. “Setelah proses panjang produksi yang pas-pasan ini, film ini rampung sebagai tugas akhir saya di kampus, dan saya daftarkan juga di FFI,” jelas lulusan Institut Kesenian Jakarta itu.
Dalam film itu diceritakan perjalanan karier Tantri sebagai penari tayub yang tengah naik daun terganjal rancangan hasil wakil rakyat di Senayan. Pertunjukan Tayub yang mengasah keterampilan menarinya terancam bubar. Kelas 5000an bermakna sebuah hiburan rakyat kelas rendahan. Tantri dan penari lainnya, di sawer tak lebih dari Rp. 5000.
“Dalam kisah ini, saya mencoba tampil apa adanya, tak ingin dibuat-buat apalagi dilebih-lebihkan,” katanya. Selain Tantri, perjuangan sang kekasih yang berhasrat ingin jadi polisi pun menarik. Pacar Tantri, rela menjual sawah untuk biaya sogok masuk akademi kepolisian. Terlampau polos, pria itu pun dikibuli aparat dan akhirnya hanya jadi satuan polisi Pamong Praja.
Aguslia hidayah