TEMPO Interaktif, Jakarta - Tersangka tindak pidana terorisme, Abu Bakar Ba’asyir, tak mengenali hampir semua alat bukti yang ditunjukkan jaksa, saat diperiksa untuk kepentingan pelimpahan berkas tahap kedua di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan hari ini, Senin 13 Desember 2010. Hal itu dikatakan pengacara Ba’asyir dari Tim Pembela Muslim, Luthfie Hakim, usai menemani kliennya diperiksa.
“Dalam pemeriksaan tadi Ustad Abu ditunjukkan alat bukti banyak sekali berupa senjata-senjata yang entah berapa jumlahnya. Terhadap barang bukti tersebut, Ustad mengatakan tidak mengenali satupun yang ditunjukkan, kecuali satu handphone milik beliau sendiri,” ujar Luthfie.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Yusuf mengatakan, hari ini pihaknya menerima pelimpahan berkas tahap kedua dari penyidik Markas Besar Polri, termasuk 66 buah alat bukti. Beberapa di antaranya adalah senjata api tipe AK-47, senjata laras panjang M-16 sebanyak 11 pucuk, dua buah televisi, satu unit sepeda motor Megapro hitam, dan mobil Kijang Silver berplat BL 643 LH yang juga dipakai untuk mengangkut barang bukti dari Densus 88.
Luthfie menambahkan, pihak kuasa hukum belum memikirkan persiapan sidang yang rencananya berlangsung setelah tahun baru 2011. Mengenai ancaman hukuman mati yang menanti amir Jamaah Anshorut Tauhid itu, Luthfie belum mau berkomentar banyak. “Kami akan lihat dulu dakwaannya,” kata dia.
Kuasa hukum tetap beranggapan ada skenario besar di balik penangkapan sang ustad. “Pada persidangan perkara pertama dan kedua, beliau kan tidak terbukti. Ini ada campur tangan luar negeri lah, sejak awal,” kata Luthfie.
Ba'asyir, yang juga pengasuh pondok pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, disangka terlibat dalam pelatihan militer kelompok teroris di Jantho, Aceh Besar. Ba'asyir disangka berperan merencanakan, mengatur, serta ikut mendanai pelatihan tersebut. Ia juga diduga aktor di balik aksi kawanan teroris di bawah Abdullah Sonata. Pasal yang disangkakan kepadanya adalah Pasal 14 jo Pasal 7, Pasal 11 jo Pasal 13 huruf a, b, c, dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme dengan ancaman hukuman mati.
ISMA SAVITRI