"Hingga akhir tahun, impor mesin fotokopi diperkirakan mencapai 25 ribu unit," katanya, hari ini. Jika kenaikan impor mencapai 10 persen, maka impor mesin fotokopi tahun depan sekitar 27.500 unit.
Menurut Richard, kenaikan impor karena banyaknya permintaan mesin fotokopi di dalam negeri. Permintan mesin fotokopi karena usaha copy center yang semakin berkembang. "Selain itu, adanya pemilihan umum atau kepala daerah juga mendorong peningkatan usaha fotokopi," ujarnya.
Tren kenaikan impor mesin fotokopi bukan baru yang hanya 10 persen ini dinilai di luar kebiasaan. "Dalam keadaan normal, impor mesin fotokopi bukan baru seharusnya bisa mencapai 30 ribu unit," kata Richard.
Namun, saat ini, Amerika Serikat sebagai negara pemasok utama mesin fotokopi bukan baru sedang dilanda krisis. "Jadi, penggunaan mesin fotokopi yang biasanya hanya 2-3 tahun, diperpanjang," kata dia.
Richard lalu menjelaskan, dengan impor mesin fotokopi bukan baru ini akan membantu produsen suku cadang skala kecil. "Produsen suku cadang skala kecil berkembang di beberapa daerah seperti Jawa Timur dan Jawa Barat seperti Garut," kata dia.
Ia juga menilai impor mesin fotokopi baru justru tidak bisa mengembangkan usaha pembuatan suku cadang. Sebab, suku cadang mesin fotokopi baru harus didatangkan langsung dari negara asal.
Lagipula, kata Richard, dengan merekondisi mesin fotokopi bukan baru, justru membuka peluang untuk mengekspor kembali mesin tersebut. "Sebab mesin yang sudah direkondisi kualitasnya mendekati baru dan bisa tahan hingga lima tahun,"kata dia.
Ia berharap, dalam revisi ketentuan impor mesin bekas, mesin fotokopi tetap diizinkan untuk masuk Indonesia. Saat ini, pemerintah masih menggodok revisi Permendag Nomor 63/M-DAG/PER/12/2009 tentang Ketentuan Impor Barang Modal Bukan Baru.
EKA UTAMI APRILIA