Anggota panitia khusus rancangan peraturan daerah tentang pajak ini menyatakan Provinsi Jawa Tengah ingin mengambil jalan tengah diantara provinsi-provinsi lain. Sebab, kata dia, jika pajak progresif kendaraan di Jawa Tengah ditetapkan 15 persen maka bisa saja para pembeli kendaraan baru akan membeli di provinsi lain karena dianggap provinsi lain pajak progresifnya lebih murah. “Kalau kita 15 persen maka bisa saja akan pada lari ke provinsi lain,” kata politisi Partai Amanat Nasional ini. Sementara kalau ditetapkan sebesar 10 persen terlihat terlalu rendah.
Khafid menyatakan saat ini rancangan peraturan daerah Jawa Tengah tentang pajak masih digodok. Targetnya pada akhir Desember ini perda tersebut sudah bisa disahkan sehingga pajak progresif bisa diberlakukan mulai 2011.
Pemberlakukan pajak progresif ini dilakukan untuk menutupi kekurangan pendapatan Provinsi Jawa Tengah dimasa mendatang. Sebab, ada beberapa pos pendapatan Provinsi Jawa Tengah yang dialihkan ke kabupaten/kota. Aturan pajak yang baru ini diharapkan dapat menutup hilangnya potensi pendapatan asli daerah sebesar Rp 78,5 milyar.
Sedangkan terkait dengan subyek pajak progresif, Khafid menyatakan yang akan dikenai kepada nama dan alamat yang sama. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa pajak progresif diberlakukan kepada pemilik kendaraan yang nama dan atau alamatnya sama.
Sementara soal jenis kendaraan, Khafid menyatakan belum ada keputusan; apakah kendaraan roda empat ataukah juga kendaraan roda dua. Dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak hanya menyebut pajak progresif untuk kendaraan sehingga bisa diartikan kendaraan roda dua dan roda empat. Padahal, kata Khafid, kendaraan roda dua merupakan fasilitas yang dimiliki oleh masyarakat bawah sehingga ada sebagian anggota DPRD yang meminta agar roda dua tidak usah terkena pajak progresif.
ROFIUDDIN