TEMPO Interaktif, Maros - Sebanyak 11 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Maros kemarin mendesak PT Angkasa Pura I bersikap adil dalam membagi keuntungan. Pengelola Bandara Sultan Hasanuddin ini juga diminta mengganti nama menjadi Bandara Sultan Hasanuddin Maros. Maros mengklaim sebagai pemilik wilayah bandara, bukan bagian dari Makassar.
"Angkasa Pura merupakan mitra sesungguhnya bagi Maros. Wajar jika pemerintah Maros minta kontribusi lebih ketimbang yang diberikan kepada Makassar," ujar Chaidir Syam, Wakil Ketua Dewan Maros, yang memimpin rombongan menemui direksi Angkasa Pura di bandara kemarin.
Dia mencontohkan sejumlah restoran, kafe, serta pertokoan di dalam bandara. Menurut Chaidir, pengusaha tersebut tidak ada yang mengurus izin ke Maros, mulai izin tempat usaha, mengurus nomor pokok wajib pajak, hingga izin usaha produksi. "Padahal tempat mencari keuntungan di wilayah Maros," ujarnya.
Wakil Ketua Bidang Anggaran dan Pembangunan Dewan Maros Akbar Endra menimpali, "Kami miris melihat ketidakadilan ini." PT Angkasa Pura, kata dia, memberi pinjaman modal kepada 14 mitra usaha di Kabupaten Sengkang, sementara Maros yang dibantu cuma 2 mitra usaha kecil. "Kalau memang demikian, silakan bandara dipindah ke Sengkang (sekitar 250 kilometer dari Makassar)," kata Akbar.
Asmar, anggota Komisi Bidang Pemerintahan, mengaku sedih setiap naik pesawat. "Pramugari selalu menyebut Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, padahal bandara ini milik Maros," katanya. Dia mengusulkan nama bandara diganti menjadi Bandara Sultan Hasanuddin Maros. "Betul, sekalian tulisan di gapura diubah: Selamat Datang di Bandara Sultan Hasanuddin Maros," tutur Andi Patarai Amir, anggota Komisi Bidan Anggaran dan Pembangunan Dewan Maros.
Menanggapi seabrek tuntutan tersebut, General Manager PT Angkasa Pura I Purwanto, mengaku tidak dapat memenuhinya. Pergantian nama bandara bukan Angkasa Pura yang menentukan. "Berdasarkan aturan internasional, pemberian nama bandara disesuaikan dengan sebutan daerah terdekat dan sudah dikenal secara internasional," tutur Purwanto.
Dia menambahkan, Angkasa Pura telah menyetor sejumlah pendapatan ke Kabupaten Maros. Di antaranya pajak parkir Rp 1 miliar serta pajak bumi dan bangunan sebesar Rp 2,7 miliar. "Itu pajak mikro. Sedangkan pajak makronya diberikan ke pemerintah pusat dan tertuang dalam APBN," juru bicara PT Angkasa Pura I, Agus Rahardjo, menambahkan.
Ketua Dewan Kota Makassar Ince Adnan Mahmud tak setuju jika nama bandara diganti. Alasannya, nama yang sekarang sudah dikenal di seluruh dunia. "Saya pikir nama bandara tidak perlu dipersoalkan. Kalaupun diubah, itu kewenangan pemerintah provinsi," ujar Ince.
Anggota Dewan Sulawesi Selatan, Januar Jauri, sependapat. "Buat apa nama bandara dipersoalkan, itu kan daerah perbatasan. Yang penting kedua daerah sama-sama menikmati hasil pajak dari bandara," kata Januar. Toh, kata dia, Makassar dan Maros sudah masuk satu kawasan pengembangan wilayah bisnis Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar). "Tak perlu ribut masalah nama," kata dia.
JUMADI | IRFAN ABDUL GANI |INDRA O Y