TEMPO Interaktif, Tangerang - Pemerintah Kota Tangerang Selatan bisa dipidanakan terkait krisis sampah yang terus berkepanjangan dan seolah tanpa solusi. Krisis sampah yang hingga kini masih terus mendera kota baru hasil pemekaran Kabupaten Tangerang itu dinilai salah satu bukti ketidakseriusan pemerintah daerah itu dalam menangani serta mengelola sampah.
Pemerintah Tangerang Selatan dinilai tidak punya niat baik (good will) dalam menangani permasalahan yang sudah berjalan hampir dua tahun itu. "Masyarakat bisa menggugat Pemerintah Tangerang Selatan yang dirugikan karena tidak mendapatkan pelayanan yang maksimal terkait pengelolaan sampah,"ujar Ketua Pusat Pengkajian Persampahan Indonesia (P3I) Sodiq Suhardianto, kepada Tempo, Kamis (16/12).
Ancaman pidana itu, kata Sodiq, tertuang jelas dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. "Pemerintah daerah merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap tugas dan wewenang untuk mengelola sampah. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka pemerintah daerah melalui kepala dinas terkait yang mengelola persampahan bisa dikenakan hukuman pidana selama lima tahun penjara," katanya.
Publik Tangerang Selatan, ia meneruskan, sudah sepantasnya mendapatkan pelayanan terbaik khususnya masalah sampah. Sebab, warga selama ini tidak pernah berhenti membayar retribusi sampah yang cukup besar. "Cukup besar warga membayar untuk sampah, khususnya warga perumahan bisa mencapai Rp 100 ribu per bulan," katanya.
Sodiq mengakui undang-undang ini memang belum tersosialisasi dengan baik serta masih banyak kota/kabupaten di Indonesia yang menjalankan amanat undang-undang tersebut. Tapi, untuk Kota Tangerang Selatan, kata dia, terlihat sekali ketidakseriusan pemerintah dalam menangani permasalahan social tersebut.
Hal ini, ia meneruskan, terlihat dari respons pemerintah yang lemah terhadap kritik dan saran serta keluhan masyarakat Tangerang Selatan melalui berbagai cara tidak ada solusinya.
Volume sampah di Tangerang Selatan saat ini, kata Sodiq, sudah masuk dalam tahap penumpukan di beberapa titik di wilayah Tangerang Selatan. Sampah Tangerang Selatan per harinya berjumlah 700 ton atau 2.000 meter kubik.
"Dari jumlah penduduk Tangerang Selatan yang mencapai 1,2 juta jiwa, rata-rata setiap satu jiwa menghasilkan 0,56 kilogram sampah per hari, ini hitungan sampah internasional," kata dia.
Pernyataan Sodiq ini mematahkan keterangan pejabat sementara Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Tangerang Selatan, Joko Suryanto, yang menyebutkan volume sampah Tangerang Selatan setiap harinya hanya berkisar 100 kubik sampah.
Sodiq mengatakan, selain pemerintah daerah tidak serius, penyebab utama permasalahan sampah di Tangerang Selatan adalah keterbatasan sarana dan prasana persampahan, serta minimnya anggaran untuk penanganan dan pengelolaan sampah.
Hingga saat ini, Tangerang Selatan hanya memiliki sembilan unit armada pengangkut sampah sehingga tidak seluruh sampah yang dihasilkan masyarakat diangkut seluruhnya. Masalah lainnya adalah Tangerang Selatan belum memiliki TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Sampah apalagi teknologi pengolahan sampah dan mengakibatkan pengelolaan sampah menjadi tidak maksimal.
Berdasarkan pantauan Tempo, tumpukan sampah terlihat memenuhi sejumlah median jalan protokol seperti Jalan Raya Serpong dan Jalan Raya Ciputat, Jalan Ir Juanda Ciputat. Sampah juga menumpuk di sejumlah pasar tradisional, di antaranya Pasar Ciputat, Pasar Serpong, Pasar Jombang, dan Pasar Pamulang.
Kondisi ini sudah berjalan sejak dua tahun terakhir ini, sejak Kabupaten Tangerang menghentikan kerja sama penanganan sampah di Tangerang Selatan disertai dengan menarik 40 armada sampah dan melarang Tangerang Selatan membuang sampah ke TPA Jatiwaringin, Mauk, milik Kabupaten Tangerang awal 2009 lalu.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan membantah jika selama ini mereka tidak serius dalam menangani sampah. "Serius, sangat serius," ujar Pejabat sementara Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemakaman Tangerang Selatan, Joko Suryanto.
Bentuk keseriusan pemerintah, kata dia, dengan membuat master plan atau rencana terkait pengelolaan sampah dalam waktu lima tahun mendatang. Pihaknya akan membangun sebuah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu di Kelurahan Cipeucang, Kecamatan Setu, seluas 4 hektare. "Kami anggarkan Rp 40 miliar dalam APBD 2011," katanya.
Selain itu, kata Joko, pihaknya juga akan menambah armada pengangkut sampah sebanyak 15 unit. "Jadi nanti kita akan miliki 29 unit truk pengangkut sampah," kata Joko.
Terkait dengan ancaman pidana tersebut, Joko mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika ada warga yang menggugatnya. Menurutnya, dalam pengelolaan sampah pihaknya selalu menggunakan dasar hukum." Pada prinsipnya kami tahu amanat UU Nomor 18 tersebut, untuk itu kami melakukannya dengan serius," ujarnya.
Ia mengakui jika dalam dua tahun terakhir ini penanganan sampah kurang maksimal karena terbentur oleh anggaran." Tahun lalu hanya dianggarkan Rp 6 milyar," katanya.
JONIANSYAH