Akibat pemblokiran TPA Sarimukti beberapa hari lalu, udara Kota Bandung kini menjadi bau karena tumpukan sampah menggunung di bak-bak penampungan sementara. Menurut Heryawan, tindakan pemblokiran itu dinilai berlebihan.
Menurut dia, maasalah terlambatnya pembayaran uang kompensasi sebesar Rp 300 juta yang dijanjikan untuk tiga desa sekitar TPA bukan disebabkan oleh Pemprov Jabar. “Setelah saya cek kenapa duit belum turun, ternyata kurang administrasi bukan dari kita tapi mereka, kenapa ngamuk,” ujarnya di Bandung, Sabtu (18/12).
Dia membantah Pemprov tidak komitmen. Pencairan duit, kata dia, memerlukan proses di perubahan anggaran, terutama uang kompensasi Rp 300 juta yang kini sudah bisa dicairkan kepala desa. “Urusan duit itu bukan duit Ahmad Heryawan. Duitnya duit pemerintah yang perlu administrasi. Kalau tidak dipenuhi, KPK turun kan, siapa yang dipenjara,” katanya.
Soal tuntutan warga tentang perbaikan jalan yang rusak akibat lalu lalang truk sampah setiap hari, pemerintah Pemprov Jabar sudah menganggarkan Rp 11 miliar pada 2011. Akhir Desember ini, ujar Heryawan, proses lelang tender akan dimulai. “Jalan 6,5 km itu akan dibeton,” katanya.
Awal pekan lalu, warga tiga desa di kawasan Sarimukti menutup akses ke TPA Sarimukti yang selama ini dipakai Pemerintah Kota/Kabupaten Bandung, serta Kota Cimahi. Akibatnya sampah menumpuk di mana-mana. Akibat pemblokiran itu, sampah menggunung di bak-bak penampungan sementara, misalnya di daerah Cipagalo, Buah Batu, Kota Bandung. Di sekitar Pasar Kosambi, sampah meluber hingga memakan hampir separuh badan jalan.
ANWAR SISWADI