Menurut Ghani, evaluasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Aturan itu tercantum dalam Peraturan Menteri PU Nomor 6 Tahun 2010.
Ruas jalan tol dievaluasi berdasarkan kelayakan dan kemampuan keuangan badan usaha tersebut. Kelayakan, jelas Ghani, tidak hanya dilihat berdasarkan kemampuan badan usaha. Tapi ada peran perbankan untuk membiayai proyek yang dijalankan badan usaha. "Pembagiannya biasanya 30 persen dari badan usaha, 70 persen dari perbankan," kata dia.
Untuk kemampuan keuangan badan usaha, dimungkinkan adanya pengalihan saham atau restrukturisasi pemegang saham. Dari 24 ruas jalan tol yang terhambat penyelesaiannya, Ghani menjelaskan, 9 ruas jalan tol Trans Jawa menjadi prioritas pengerjaan, 6 ruas jalan tol Jakarta Outer Ring Road II yang menjadi kebutuhan Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota, dan 9 ruas lainnya.
Meski lulus evaluasi, ada beberapa catatan yang diberikan BPJT agar ke-24 ruas tol agar bisa diteruskan proyeknya. Dua belas diantaranya harus mendapat dukungan dari pemegang saham mayoritas, yakni Cikampek-Palimanan, Semarang-Solo, Solo-Mantingan-Ngawi, Ngawi-Kertosono, Surabaya-Mojokerto, Serpong-Cinere, Cibitung-Cilincing, JORR Seksi W2 utara, Depok-Antasari, Bogor Ring Road, Gempol-Pandaan, dan Gempol-Pasuruan.
Tujuh proyek harus merestrukturisasi pemegang saham yakni Pejagan-Pemalang, Batang-Semarang, Cengkareng-Kunciran, Cimanggis-Cibitung, Ciawi-Sukabumi, dan Pasuruan-Probolinggo. Sedangkan tiga proyek memerlukan tambahan setoran ekuitas dari pemegang saham yakni Pemalang-Batang,Becakayu, dan Waru-Tanjung perak.
Baca Juga:
Menurut Ghani, nilai investasi untuk 24 ruas jalan tol itu senilai Rp 111,748 triliun. Nilai tersebut mengalami kenaikan yang signifikan dibandingkan nilai investasi sebelumnya, sekitar Rp 78 triliun. "Ini jika berjalan semua, akan sangat membantu infrastruktur jalan," tuturnya.
Dia menjelaskan, kenaikan signifikan terjadi disebabkan adanya perubahan nilai konstruksi dan nilai tanah selama beberapa tahun ini. "Perubahan nilai tanah paling terasa di wilayah perkotaan seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung," katanya.
SUTJI DECILYA