Tuduhan dugaan rekayasa pemidanaan 4 warga Wotgalih itu muncul dalam persidangan di Pengadilan Negeri Lumajang, Rabo (22/12) siang tadi. Empat warga Wotgalih itu dijadikan terdakwa kasus pidana terkait pro kontra rencana penambangan pasir besi oleh PT Aneka Tambang di pesisir pantai di Desa Wotgalih Kecamatan Yosowilangun Kabupaten Lumajang, Jawa Tumur.
Mochamad Faiq Ashidiqi, penasehat hukum 4 warga Wotgalih mengatakan, berita acara pemeriksaan terhadap kliennya yang disusun penyidik Polres Lumajang ada kejanggalan. “Cerita soal baju robek yang bagi terdakwa merupakan pemberatan, baru muncul ketika diperiksa penyidik Polres Lumajang,” kata Faiq.
Padahal, kata dia, ada rentang waktu kejadian dengan penanganan di kepolisian selama tiga bulan. “Kenapa tidak diceritakan sejak awal,” kata Faiq. Dalam pemeriksaan di Polsek Yosowilangun, cerita baju robek itu tidak ada, tapi justru muncul di penyidikan di Polres Lumajang.
Menurut Faiq, cerita baju sobek itu berdasarkan keterangan Mochamad Hidayat, selaku saksi korban, sangat bertentangan dengan keterangan saksi istri korban. Saat diperiksa hakim, kata Faiq, istri Hidayat mengaku tidak tahu ada cerita baju sobek, dan soal cerita baju sobek itu baru muncul di Polres. “Ini kesaksian yang memberatkan dan ancamannya adalah pasal 170 KUHP,” katanya.
Persidangan 4 warga Wotgalih ini dipimpin Anne Rusiana, dengan didampingi dua anggotanya Yogi Arsana dan yamto Susena. Dalam persidangan, Hidayat menceritakan kalau kejadian bermula dari kedatangan Artiwan, salah satu terdakwa, ke rumahnya yang kemudian diikuti tiga orang terdakwa lainnya. Saksi korban mengaku diseret, didorong-dorong dan dipaksa untuk ikut ke Balai Desa Wotgalih.
Hidayat mengaku digelandang empat terdakwa serta sekitar seratus warga lainnya yang mengendarai sepeda motor. Saat itu Hidayat bersama istrinya dibonceng oleh Fendik yang menyeretnya hingga bajunya sobek 6 centimeter. Hidayat juga bercerita kalau massa yang berada di luar rumahnya saat itu juga sempat meneriakinya PKI.
Hidayat menyatakan, dia menyatakan setuju dengan rencana penambangan pasir besi oleh PT Aneka Tambang karena dia bekerja sebagai kuli di sana. “Saya sedang menganggur,” kata Hidayat. Meskipun dia kenal dengan orang PT Antam, Hidayat menolak dituding sebagai pendukung PT Antam. “Saya setuju saja, meskipun nantinya PT Antam tidak jadi menambang, tidak masalah,” katanya.
Dalam siding, Hidayat mengaku pernah memberitahukan kepada pegawai PT Antam terkait rencana warga Wotgalih yang akan menolak pengambilan sampel oleh PT Antam.
Persidangan yang menempatkan 4 warga Wotgalih sebagai terdakwa ini terkait dengan rencana PT Antam untuk melakukan penambangan pasir besi di pesisir selatan Wotgalih. Namun, hingga saat ini masih ada kendala sosialisasi rencana penambangan, menyusul penolakan warga Wotgalih. PT Antam sendiri sebenarnya sudah mengantongi Ijin Usaha Pertambangan dari Pemerintah Kabupaten Lumajang.
DAVID PRIYASIDHARTA