Pernyataan Ghanem langsung memicu harga minyak pada perdagangan pada pekan lalu ke level US$ 94 per barel. Harga ini tertinggi sejak pertengahan 2008.
Libya adalah salah satu anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (Organization of Petroleum Exporting Countries/OPEC).
OPEC adalah organisasi kartel produsen minyak dan mengendalikan 40 persen pasokan minyak mentah dunia. Pada pertemuan 11 Desember lalu di Ekuodor, anggota sepakat menetapkan target produksi sebesar 24,84 juta barel per hari. Pertemuan berikutnya akan diadakan pada Juni mendatang. Libya adalah salah satu anggota OPEC. Anggota lainnya adalah Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Irak, dan lainnya.
Namun, perkiraan harga minyak ke level US$ 100, ditepis Menteri Perminyakan Arab Saudi Ali al-Naimi. Menurut dia, sesuai kesepakatan pertemuan OPEC lalu, harga minyak yang cocok, kata dia, adalah US$ 70-80 per per barel. Harga ini juga disepakati Menteri Perminyakan Qatar Abdullah bin Hamad al-Attiyah. Menurut Abdullah, harga US$ 80- adalah yang terbaik untuk konsumen dan produsen.
Sedangkan Menteri Perminyakan Kuwait Sheikh Ahmad al-Abdullah al-Sabah menginginkan harga minyak pada level US$ 90 per barel.
Perkiraan harga minyak bakal menyentuh US$ 100 per barel mengkhawatirkan konsumen minyak dunia. Menteri Perekonomian Jepang Banri Kaieda menyatakan, terus memantau pergerakan harga minyak. “Saya yakin, (harga) bakal menjadi mahal,” katanya.
Jepang adalah konsumen minyak terbesar ketiga terbesar di dunia setelah Amerika dan Cina. Impor dari lima negara di Timur Tengah memasok 77 persen kebutuhan minyak mentah pada tahun lalu.
ALI NY | GOOGLE.NEWS | YAHOO.NEWS