Harga yang tidak pasti ini, kata Soetarto, juga akan terjadi di negara-negara lain seperti Thailand, Vietnam dan Pakistan. Faktor cuaca masih mendominasi penyebab ketidakpastian harga. Pasokan harga di negara-negara tersebut dikuatirkan terganggu karena ancaman banjir, meski sampai saat ini produksi cukup baik.
Sejak Juli kenaikan harga terus terjadi sampai saat ini. Padahal menurut Soetarto, kenaikan harga beras biasanya terjadi pada musim paceklik dan menjelang pengumuman harga pembelian pemerintah (HPP) yaitu pada Desember. "Baru tahun ini pemerintah memutuskan ada operasi pasar pada bulan Juli. Biasanya November atau Desember," katanya.
Soetarto mengakui, selain cuaca juga ada faktor spekulasi yang mendorong kenaikan harga beras yang terus-menerus. Spekulasi itu dipicu oleh permintaan beras yang terus naik, sementara produksi turun. Meskipun pada bulan Oktober produksi diperkirakan mengalami kenaikan, namun spekulasi terlanjur terjadi sehingga harga tidak bisa ditekan.
Akibat lainnya target pengadaan beras pemerintah tahun ini sejumlah 3,2 juta ton tidak terpenuhi sehingga pemerintah memutuskan impor. Realisasi pengadaan beras Bulog, kata Soetarto hanya 1,931 juta ton. Agar memenuhi target stok beras sampai akhir tahun 1,5 juta ton, Bulog mengimpor sekitar 1,08 juta ton.
Tahun lalu produksi beras tumbuh 2,46 persen. Jika produksi beras tahun depan bisa tumbuh lebih dari empat persen, maka target pengadaan beras 3,2 juta ton bisa terpenuhi. Jika prediksi ini bisa dipenuhi, maka harga beras tahun depan akan stabil.
KARTIKA CANDRA