Berdasarkan data Bapepam-LK per tanggal 30 Desember 2010, badan ini telah memeriksa 129 kasus dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Itu berdasarkan kewenangan Bapepam-LK yang diatur dalam Pasal 100 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Kasus-kasus yang ditangani antara lain kasus yang terkait dengan keterbukaan emiten dan perusahaan publik, perdagangan efek, dan pengelolaan investasi. Kasus yang terkait dengan keterbukaan emiten dan perusahaan publik. Kasus itu antara lain dugaan pelanggaran atas ketentuan transaksi yang mengandung benturan kepentingan, transaksi material, keterbukaan pemegang saham tertentu, informasi atau fakta material yang harus segera diumumkan kepada publik, penyajian laporan keuangan, penggunaan dana hasil penawaran umum, dan lain-lain.
Kasus yang terkait dengan perdagangan efek antara lain dugaan pelanggaran manipulasi pasar, perdagangan semu, dan perdagangan orang dalam. Sedangkan, kasus yang terkait dengan pengelolaan investasi antara lain pelanggaran perilaku oleh manajer investasi.
Dari sebanyak 129 kasus tersebut, 73 kasus di antaranya telah selesai diproses. Sedangkan sisanya masih dalam proses pengenaan sanksi maupun dalam proses pemeriksaan lanjutan. Sebanyak 73 kasus yang telah selesai diproses, sebanyak 33 kasus telah dikenakan sanksi oleh Bapepam-LK, baik dalam bentuk sanksi administratif atau perintah untuk melakukan tindakan tertentu kepada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran.
Selain dugaan pelanggaran peraturan, hingga saat ini Bapepam-LK juga sudah melakukan penyidikan terhadap 12 kasus dugaan tindak pidana di bidang Pasar Modal. Itu berdasarkan kewenangan Bapepam-LK yang diatur dalam Pasal 101 Undang-Undang tentang Pasar Modal.
Menurut Direktur Utama BEI Ito Warsito, tindakan tegas berupa pemberian sanksi pada emiten merupakan hal wajar. "Tindakan tegas pada emiten yang keliru menyajikan laporan keuangan juga bagian dari tindakan bursa," kata Ito. Selain itu, pada tahun 2010, BEI juga melakukan suspensi pada salah satu Emiten karena Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) yang dimiliki perusahaan tidak memenuhi aturan.
EVANA DEWI