Pajak dan Kenaikan Harga BBM Hantui Kalangan Industri Otomotif
Reporter: Tempo.co
Editor: Tempo.co
Minggu, 2 Januari 2011 17:23 WIB
Kepadatan kendaraan bermotor di Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Iklan
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta -Kalangan industri otomotif nasional mengkhawatirkan penerapan pajak progresif dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) akan menghadang laju penjualan mobil di tanah air pada 2011. Kenaikkan harga BBM dinilai akan memicu inflasi dan kenaikan tingkat suku bunga pinjaman.

“Jadi multiflier effect dari kenaikan harga BBM itu adalah inflasi, karena semua sektor akan terkena dampaknya,” kata Endro Nugroho, Direktur Pemasaran PT Suzuki Indomobil Sales (PT SIS) saat dihubungi Tempo di Jakarta, Ahad (2/1).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi kalangan industri, tekereknya suku bunga acuan yang ditetapkan Bank Sentral merupakan persoalan serius. “Sebab 75–80 persen pembelian mobil dilakukan secara kredit,” kata dia.

Hal senada juga diungkapkan Teddy Irawan, Vice President Sales & Marketing PT Nissan Motor Indonesia saat dihubungi beberapa waktu lalu. Menurut dia, dampak kenaikkan harga BBM terhadap kenaikan tingkat suku bunga pinjaman memang tidak serta merta terjadi dalam waktu dekat.

Namun, sifat bunga pinjaman pembelian mobil yang umumnya bersifat flat atau tetap akan menyulitkan calon pembeli. Pada sisi lain, biaya peratawan mobil juga akan meningkat seiring dengan merangkak naiknya angka inflasi akibat kenaikkan harga BBM.

“Akibatnya, banyak calon pembeli potensial yang wait and see atau menunda pembelian,” ujar Teddy.

Faktor lain yang membuat ketar-ketir kalangan industri mobil adalah penerapan pajak progresif dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Sejumlah pemerintah daerah di tanah air sejak pertengahan 2010 lalu sudah berancang-ancang menerapkan pajak progresif tersebut.

Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta misalnya menerapkan pajak tersebut di awal 2011 ini. ”Besarannya 1 persen untuk kendaran pertama, 2 persen kendaraan kedua, 2,5 persen kendaraan ketiga, kendaraan keempat dan seterusnya 4 persen,” kata Arif Susilo, Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta, pada awal Desember 2010.

Daerah lainnya yang juga bersiap menerapkan pajak ini adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, serta seluruh pemerintah provinsi Sulawesi kecuali Sulawesi Utara. Besaran pajak yang ditetapkan masiong-masing daerah berbeda.

Adapun PPnBM telah disahkan dan disetujui DPR RI pada Desember 2009, namun hingga kini belum ada kejelasan kapan mulai berlaku efektif. Beleid anyar itu menetapkan tariff PPnBM terbaru naik 75 – 200 persen dari traif sebelumnya.

Suhari Sargo, pengamat otomotif mengatakan, pengalaman selama ini membuktikan bahwa kenaikkan harga BBM memiliki dampak ke semua sektor yang cukup siginifikan sehingga mengereka angka inflasi. Sedangkan penyumbang angka inflasi yang cukup besar adalah sektor konsumsi, mulai dari konsumsi pangan hingga barang tersier.

“Padahal, 80 persen pembelian kendaraan bermotor terutama mobil dilakukan secara kredit,” katanya.

Ihwal kekhawatiran terhadap pajak progresif, Hari Susanto, pengamat sosial mempunyai alasan tersendiri. Saat ini, kata dia, orang juga miris untuk bermain-main dengan pajak, termasuk pajak progresif kendaraan.

“Mereka takut cap mafia pajak dan koruptor. Pilihannya ada dua menikmati kemewahan sesaat atau penjara,” ujarnya.

Terlebih bila para calon pembeli tersebut merupakan pejabat public atau pengusaha ternama dan sanak saudaranya. Pasalnya mereka kerap menjadi sorotan publik dan sangat rentan menjadi santapan empuk untuk dijadikan komoditas politik.

ARIF ARIANTO

Iklan

 

 

 

BERITA TERKAIT


Rekomendasi