Ditahun 2011 Pemerintah mentargetkan akan menerbitan obligasi senilai Rp 126,7 triliun (US$ 14 miliar). Jumlah ini meningkat 18 persen dibandingkan dengan penerbitan obligasi 2010 sebesar Rp 107,5 triliun.
Jika ditahun 2009 rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 28,3 persen ditahun 2010 menjadi 27 persen, dan untuk tahun 2011 diprediksikan akan kembali turun menjadi 26 persen. Meskipun nilai utang pemerintah semakin besar mencapai Rp 1.652 triliun (US$ 183,33 miliar) namun rasio utang terhadap PDB masih cukup aman dibawah 30 persen.
Ditahun 2011 utang pemerintah akan meraih investment grade (level investasi). Dimana lembaga pemeringkat internasional Moody’s dan Standard & Poor’s akan memperbaiki rating utang Indonesia tahun ini.
Saat ini rating utang Indonesia dari S&P adalah BB (2 notch menuju level investasi), sedangkan Fitch BB+ (1 notch menuju level investasi), dari lembaga pemeringkat Moody’s Ba2 (2 notch menuju level investasi) dan peringkat dari Japan Credit Rating Agency (JCRA) adalah BBB- (telah masuk kategori level investasi).
Dalam outlook 2011 Divisi Treasury Bank BNI mengungkapkan bila Indonesia berhasil menyandang level investasi diprediksikan akan membuat berinvestasi dalam mata uang rupiah akan semakin menarik bagi investor asing.
Pemerintah memperkirakan, dengan meningkatnya rating 1 notch maka berpotensi akan menurunkan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) baru sekitar 75 – 115 basis poin.
Naiknya rating utang pemerintah juga akan menurunkan Credit Default Swap (CDS) obligasi Indonesia. “Artinya resiko premium yang dituntut oleh para investor manca negara juga akan turun dan disatu sisi harga obligasi akan cenderung naik sebagai konsekwensinya,” ujar Kepala riset Treasury Bank BNI, Nurul Eti Nurbaeti.
Selama tahun 2010 terjadi penurunan imbal hasil acuan obligasi dari sebelumnya dikisaran antara 8,95 – 10,92 persen menjadi 6,9 – 9,6 persen. Penurunan ini menyebabkan imbal hasil SUN tidak jauh dari suku bunga acuan BI Rate 6,5 persen. Namun, penurunan imbal hasil obligasi domestik tetap menarik bagi investor asing karena masih lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga obligasi negara lain.
Kepemilikan obligasi oleh investor asing sepanjang tahun 2010 meningkat 30,35 persen menjadi Rp 194,86 triliun hingga 21 Desember 2010 dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2009 hanya mencapai Rp 108 triliun. Masih menurut Nurul, meningkatnya kepemilikan asing di pasar obligasi domestik mengindikasikan naiknya kepercayaan investor asing terhadap SUN.
VIVA B. KUSNANDAR