"Untuk reparasi harus ke Cina lagi, biayanya besar sekali," kata Direktur Industri Maritim, Kedirgantaraan dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Soerjono di Jakarta, Senin (3/12). Ia menambahkan, Pertamina memesan tak kurang dari 10 kapal dengan kapasitas bobot mati di atas 50 ribu ton.
Kapal-kapal ini diperkirakan selesai dibangun dan dikirimkan ke Indonesia dua tahun mendatang. Sementara kapal-kapal ini dibangun, Kementerian Perindustrian berharap galangan kapal nasional yang mengerjakan proyek perbaikan dan perawatan kapal itu.
Setidaknya satu tahun setelah beroperasi, kapal baru itu harus menjalani perawatan. Saat ini sejumlah industri perkapalan sudah memiliki fasilitas galangan untuk kapal berkapasitas bobot mati 50 ribu ton. Namun, galangan ini membutuhkan perbaikan karena banyak peralatan seperti crane yang usianya sangat tua.
Upaya mendorong Pertamina menggandeng galangan kapal nasional dilakukan untuk mendorong pertumbuhan industri perkapalan dalam negeri, kata Soerjono. Ia menjelaskan pertumbuhan industri perkapalan nasional tahun ini, terutama dipicu oleh tingginya kebutuhan kapal untuk proyek-proyek minyak dan gas bumi. Terutama proyek-proyek dari Pertamina.
"Pangsa pasar perawatan dan perbaikan kapal Cina sangat besar dan harus dimanfaatkan," kata Soerjono. Selain perbaikan dan perawatan, kebutuhan komponen dan suku cadang juga menjadi peluang bisnis bagi industri lokal. Pasalnya, meski kapal baru dari Cina relatif lebih murah, namun harga komponen dan suku cadang tetap mahal.
Pertamina berniat menambah 47 kapal pengangkut bahan bakar minyak dan LPG selama kurun 2008-2014. Pemerintah mewajibkan Pertamina memesan kapal-kapal berkapasitas tertentu dari galangan nasional. Proyek-proyek pembuatan kapal ini, menurut Soerjono, mulai menghidupkan kembali industri perkapalan di dalam negeri.
KARTIKA CANDRA