TEMPO Interaktif, Jakarta -Bank Indonesia menyatakan inflasi tahun lalu banyak dipengaruhi oleh volatile foods, atau harga sejumlah bahan makanan yang membubung tinggi. Kepala Humas Bank Indonesia Difi Ahmad Johansyah menjelaskan, Kantor Bank Indonesia Semarang melaporkan inflasi di kawasan Pulau Jawa meningkat pada triwulan IV tahun 2010, naik dibandingkan triwulan sebelumnya. "Inflasi triwulan IV-2010 diperkirakan 6,5 persen year on year, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 5,5 persen year on year, dan dari sasaran inflasi nasional 5 persen plus minus 1 persen," kata Difi saat ditemui wartawan hari ini (4/1) di kantornya.
Inflasi tertinggi hingga November 2010 terjadi di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yakni 6,87 persen, disusul Jawa Timur dengan 6,66 persen, dan Jawa Tengah dengan 6,2 persen. Sementara itu, inflasi terendah terjadi di Jawa Barat dengan 6,06 persen. "Tren inflasi semua propinsi di kawasan Jawa cenderung meningkat, sama dengan tren inflasi nasional," kata Difi.
Berdasarkan kelompok komoditas, inflasi di kawasan Pulau Jawa pada triwulan ke IV tahun 2010 dipengaruhi oleh kelompok bahan makanan, sandang, dan makanan jadi. "Sementara berdasarkan disagregasi inflasi, tekanan inflasi terutama berasal dari tingginya harga komofitas volatile foods," kata Difi.
Produksi dan distribusi beberapa tanaman bahan makanan mengalami gangguan, sehingga mendorong inflasi dari sisi volatile foods. "Gangguan produksi, beras di Jawa Timur, cabe dan bawang merah di Jawa Tengah, gangguan distribusi, beras di Jawa Barat," katanya.
Sementara itu, untuk Pulau Sumatra, kata Difi, volatile foods masih mendominasi sebagai pendorong inflasi. "Perkembangan harga volatile foods sangat berfluktuasi sepanjang triwulan IV-2010, khususnya komoditas beras dan cabai merah," kata Difi. Inflasi volatile foods pada November 2010 tercatat sebesar 10,12 persen year on year.
Selain itu, faktor cuaca dan pemasaran merupakan pemicu kenaikan harga komoditi beras dan cabai merah di Sumatra. "Terjadi penurunan pasokan beras di sejumlah sentra memicu kenaikan harga yang signifikan," kata Difi. Akibatnya pemerintah berniat impor beras ke Vietnam untuk mencukupi kebutuhan beras.
Harga cabai merah juga di Sumatera melonjak drastis hingga 78,17 persen dibandingkan awal tahun. "Curah hujan yang tinggi menyebabkan berkurangnya produksi, ditambah dengan disparitas harga antar daerah menyebabkan ikut melambungnya harga di daerah penghasil," kata Difi.
Selain itu di kawasan timur Indonesia, menurut Difi, volatile foods merupakan penyumbang inflasi kedua terbesar. "Porsi volatile food sejak triwulan II tahun 2010 cenderung naik hingga melebihi porsi inflasi inti di bulan Juni 2010," kata Difi.
Inflasi volatile food di kawasan Indonesia Timur didominasi oleh beberapa komofitas sehingga pengendalian inflasi kelompok ini difokuskan kepada komoditas yang dominan yaitu beras dan minyak goreng. "Berdasarkan bobotnya, dua komoditas dengan bobort di atas 1 persen, yaitu beras dengan 5,97 persen dan minyak goreng dengan 1,27 persen," katanya.
FEBRIANA FIRDAUS