Dia berharap dengan ditemukannya benih varietas baru tersebut masalah produksi cabai yang menurun bisa teratasi secepatnya. Curah hujan tinggi menurunkan produksi cabai hingga 30 persen. Padahal konsumsi masyarakat terhadap cabai cukup besar. "Konsumsi cabai rata-rata masyarakat kita 1,2 juta ton per tahunnya. Mudah-mudahan dengan varietas itu Insya Allah masalah produksi karena cuaca bisa diatasi," ujarnya.
Selain mulai menciptkan benih tahan hujan, Kementerian Pertanian juga akan menggenjot produksi cabai yang dihasilkan dari pertanian perkotaan atau dengan kata lain cabai yang ditanam di pekarangan rumah. Sebanyak 200 ribu Kepala Keluarga (KK) akan dibina untuk menanam cabai di pekarangan dan akan dilatih membuat benihnya. "Yang akan kami gunakan dua macam. Untuk pertanian perkotaan kepada ibu-ibu PKK pakai benih lokal bukan hibrida. Nanti Kelompok Wanita taninya yang membuat benihnya. Jadi benih tidak terus kami kasih gratis," katanya.
Selain menggenjot pertanian perkotaan, pemerintah juga harus menjaga harga cabai di kawasan sentra agar tidak jatuh seiring berhasilnya program pertanian perkotaan tersebut. Caranya dengan memisahkan penggunaan bibit. "Untuk pertanian perkotaan pakai bibit lokal, sedangkan benih kultivar tadi untuk yang di kawasan. Juga kami siapkan penggilingan skala rumah tangga," ujarnya.
Menurut perhitungan Hassanuddin, dengan program pertanian yang dilakukan oleh 200 ribu KK, maka bisa dihasilkan sekitar 2000 ribu ton. "Kalau 1 KK bisa hasilkan 10 kilo cabai, kalikan saja. Berarti 2000 ton produksinya. Jumlahnya memang masih kecil dibandingkan dengan produksi secara nasional yang bisa 1 juta ton," ujarnya.
Meskipun begitu, kata dia, jika pada 2011 program tersebut bisa berhasil, maka tahun depan akan mulai diperbanyak dengan menambah jumlah KK dari kelompok masyarakat miskin untuk memproduksi cabai dari pertanian perkotaan.
ROSALINA