TEMPO Interaktif, Indramayu - Nasib nelayan di Indramayu di ujung tanduk. Cuaca buruk yang menyebabkan mereka harus meminggirkan perahunya ke pantai selama waktu yang lama membuat hutang mereka terus bertumpuk.
Tukijan, seorang nelayan asal Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu mengatakan gelombang tinggi di laut membuat nelayan kapal kecil seperti mereka tak berani melaut. "Sudah tiga hari ini kami tak melaut lagi," katanya.
Dia mengisahkan, suatu hari diapernah nekat melaut. Tapi di tengah lautan tiba-tiba saja ada gelombang tinggi dan angin kencang. Akibatnya, mereka pun balik kanan dan kembali ke darat. "Akhirnya justru kami yang rugi," katanya.
Kerugian itu diakibatkan karena sebelum melaut mereka memerlukan modal untuk membeli solar dan lainnya sebesar Rp 500 ribu. Uang itu didapat dari hasil berhutang ke juragan kapal. "Karena kami kembali, ikan tak dapat, justru hutang yang nambah," katanya.
Ketua Serikat Nelayan Tradisional Kabupaten Indramayu Kajidin mengakui dalam kondisi seperti ini, nelayan tradisional lah yang paling terpukul. “Perekonomian mereka sangat tergantung dengan pendapatan mencari ikan setiap harinya,” katanya. Pendapatan itu pun biasanya dalam sehari habis, sehingga mereka harus setiap hari untuk melaut.
Karena tidak bisa melaut, biasanya nelayan tradisional akan berhutang. Biasanya mereka berhutang ke pemilik warung atau ke juragan-juragan kapal. “Di saat seperti inilah mereka akan terlilit hutang,” kata Kajidin.
Sementara itu untuk membantu mengurangi beban ekonomi nelayan tradisional akibat cuaca buruk, Koperasi Perikanan Laut (KPL) Mina Sumitra di Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu, membagikan paket total 60 ton beras kepada 4 ribu KK nelayan. Beras tersebut berasal dari dana paceklik yang diambil dari retribusi nelayan sebesar 0,2 persen. “Bantuan ini untuk membantu nelayan saat tengah menghadapi musim paceklik seperti sekarang ini,” kata Ketua KPL Mina Sumitra, Ono Surono.
IVANSYAH